Suara.com - China merevisi angka kematian akibat Covid-19 di Wuhan, China. Hal tersebut dilaporkan oleh otoritas China pada Jumat (17/4/2020).
Otoritas kesehatan China menambahkan 50 persen pada angka kematian di Wuhan. Sebelumnya angka kematian di Wuhan verkisar 1.290 jadi 3.869 kasus.
Melansir dari New York Times, penambahan tersebut muncul ketika China dihadapkan dengan keraguan angka kematian resmi. Pihak China kini merevisi angka kematian Wuhan jadi 3.869 kasus yang selisih lebih dari 50 persen.
Selain jumlah kematian, pihak China juga merevisi jumlah infeksi di Wuhan di mana seblumnya 50.008 menjadi 50.333. Angkanya meningkat 325 kasus.
Baca Juga: Makin Sepi, Beruang Hitam Malah Terlihat Sedang "Berpesta" dan Berkeliaran
Para pejabat di Wuhan mengatakan jumlah korban tewas yang direvisi adalah mereka yang meninggal di rumah pada hari-hari awal wabah. Serta kematian yang belum dilaporkan dengan baik oleh rumah sakit atau terdaftar dalam sertifikat kematian.
Langkah tersebut tampaknya merupakan respons terhadap pertanyaan yang berkembang tentang keakuratan jumlah resmi China dan seruan agar negara tersebut bertanggung jawab atas apa yang telah menjadi krisis kesehatan global.
Dominic Raab, menteri luar negeri Inggris, mengatakan kepada Reuters pada Kamis (16/4/2020) bahwa China harus menjawab pertanyaan sulit setelah krisis. Khususnya tentang bagaimana pandemi itu terjadi dan bagaimana hal itu seharusnya bisa dihentikan sebelumnya.
"Ada banyak hal yang telah terjadi yang tidak kita ketahui," kata Presiden Prancis, Emmanuel Macron pada The Financial Times.
Dilansir dari New York Times, C.IA. juga mengatakan kepada Gedung Putih bahwa angka resmi China sangat diturunkan, meskipun tidak tahu angka pastinya.
Baca Juga: Ilmuwan Oxford: Vaksin Covid-19 Mungkin Siap Diproduksi September 2020
Laporan masyarakat luas menyatakan, bahwa pihak berwenang China awalnya salah mengelola dan menyembunyikan tingkat epidemi. Pemerintah baru bertindak pada akhir Januari untuk menghentikan penyebaran virus.
Meskipun begitu, pihak otoritas China tetap menyatakan bahwa pihaknya sudah transparan dalam komunikasinya tentang epidemi sejak awal.