Efek Pandemi Corona Covid-19, Insomnia Menghantui Tenaga Medis

Yasinta Rahmawati Suara.Com
Selasa, 14 April 2020 | 13:11 WIB
Efek Pandemi Corona Covid-19, Insomnia Menghantui Tenaga Medis
insomnia
Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

Suara.com - Virus corona baru atau Covid-19 yang telah menginfeksi lebih dari 200 negara dan teritori bukan hanya mengancam kesehatan fisik, melainkan juga kesehatan mental.

Penelitian pertama yang diterbitkan di Frontiers in Psychiatry menemukan bahwa lebih dari sepertiga tenaga medis di China menderita insomnia selama wabah memuncak.

Dilansir dari Medical Express, tenaga medis yang mengalami sulit tidur juga lebih cenderung merasa tertekan, cemas dan memiliki trauma berbasis stres.

"Biasanya, insomnia yang berkaitan dengan stres bersifat sementara dan hanya berlangsung beberapa hari," kata Dr. Bin Zhang , seorang profesor di Universitas Kedokteran Selatan di Guangzhou, China, dan penulis bersama makalah ini.

Baca Juga: Tidak Semua Warga DKI Dapat, Ini Syarat Penerima Bansos PSBB

"Tetapi jika wabah Covid-19 berlanjut, insomnia mungkin secara bertahap menjadi insomnia kronis dalam pengaturan klinis," ungkapnya.

Hasilnya didasarkan pada serangkaian kuesioner yang dikelola sendiri yang dilakukan secara online antara 29 Januari dan 3 Februari di puncak pandemi corona Covid-19 di China.

Para peneliti menggunakan platform media sosial WeChat untuk mengumpulkan jawaban dari 1.563 peserta di bidang medis .

Tenaga medis memakai APD (Instagram/med_life)
Tenaga medis memakai APD (Instagram/med_life)

Dari jumlah itu, 564 orang, atau 36,1 persen, memiliki gejala insomnia. Para penulis studi saat ini mencatat bahwa statistik ini konsisten dengan penelitian sebelumnya yang dilakukan pada efek psikologis dari SARS tahun 2002.

Misalnya, 37 persen perawat yang bekerja dengan pasien SARS mengalami insomnia.

Baca Juga: Tingkatkan Kekebalan Tubuh dengan Vitamin E, Berapa Banyak yang Dibutuhkan?

Kelompok insomnia dalam makalah saat ini mengalami tingkat depresi yang jauh lebih tinggi daripada kelompok non-insomnia, 87,1 persen berbanding 31 persen.

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI