Suara.com - Peneliti Belum Bisa Pastikan Obat Malaria Klorokuin Dapat Atasi Covid-19.
Obat malaria hydroxychloroquine atau hidroklorokuin (klorokuin) sempat disebut dapat menjadi obat alternatif mengatasi penyakit virus corona Covid-19.
Bahkan Presiden Amerika Serikat Donald Trump bersikeras untuk menggunakan obat tersebut kepada pasien Covid-19 di AS.
Tetapi para peneliti belum bisa membuktikan efektivitas obat tersebut karena belum banyaknya studi ilmiah yang dilakukan.
Baca Juga: Link untuk Melihat Hasil Pengumuman SNMPTN 2020, Yuk Dicek!
"Ada beberapa kasus yang menunjukkan bahwa mungkin ada efeknya tapi ada yang lain menunjukkan tidak ada efek. Jadi saya pikir, secara sains, saya tidak berpikir obat itu bisa bekerja," kata kepala Institut Nasional Alergi dan Penyakit Menular Dr. Anthony Fauci kepada CBS's Face the Nation seperti diberitakan VOX.
Hanya saja, para peneliti mengakui ketika Covid-19 menyebar ke seluruh dunia dan kebutuhan akan pengobatan efektif semakin meningkat, maka mencari obat alternatif yang bisa digunakan sangat dimungkinkan.
Tetapi, Fauci menegaskan, tanpa uji klinis yang kuat untuk memverifikasi potensinya, pengobatan dengan obat tersebut bisa lebih berbahaya daripada penyakit Covid-19 itu sendiri.
Uji klinis adalah cara utama para peneliti mencari tahu apakah suatu obat bekerja dan tidak memiliki efek samping yang berbahaya.
Para peneliti belum mengetahui apakah hydroxychloroquine sebenarnya bagus digunakan sebagai obat alternatif Covid-19.
Baca Juga: Dipercaya Bisa Jadi Immune Booster, Jamu Diakui Dunia Kesehatan?
Sedangkan sebagian besar pasien yang terinfeksi virus corona berhasil sembuh tanpa perawatan obat malaria.
Diketahui bahwa obat anti-malaria hydroxychloroquine juga diresepkan sebagai obat anti-inflamasi untuk sakit seperti radang sendi dan lupus.
Meski begitu, dokter di beberapa negara, termasuk Amerika Serikat ,Prancis, Cina, dan Korea Selatan telah melaporkan keberhasilan dalam mengobati pasien Covid-19 dengan hydroxychloroquine yang terkadang dipasangkan dengan antibiotik azithromycin.
Tetapi hal itu tidak cukup untuk memastikan bahwa obat tersebut efektif untuk pengobatan populasi yang lebih luas.
Sebuah studi sederhana oleh para peneliti di Perancis menemukan bahwa obat itu dapat menghilangkan infeksi dalam beberapa hari.
Tetapi sampel penelitian hanya mencakup 36 pasien dan uji coba tidak dilakukan secara acak.
Artinya para peneliti secara sengaja memilih pasien mana yang menerima pengobatan, yang berpotensi mempengaruhi hasilnya.
Penelitian lain juga sama kurang menjanjikan. Sebuah penelitian di China menemukan bahwa hidroksi kloroquin tidak lebih baik daripada perawatan medis biasa.
Penelitian juga dilakukan sangat kecil. Hanya melibatkan 30 pasien, tetapi pengobatannya dilakukan secara acak.
Studi lain di Perancis, di antara 11 pasien menemukan bahwa hydroxychloroquine tidak efektif. Satu pasien sekarat, dua dipindahkan ke unit perawatan intensif, dan satu pasien yang mengalami masalah jantung sehingga perawatan hydroxychloroquine dihentikan lebih awal.
Di Swedia, beberapa rumah sakit telah berhenti menawarkan obat itu setelah beberapa pasien dilaporkan kejang dan pandangannya kabur.
Badan Pengawas Obat dan Makanan Amerika Serikat telah melaporkan efek samping dari obat malaria itu. Seperti kerusakan retina yang tidak dapat diperbaiki, aritmia jantung, kelemahan otot, dan penurunan gula darah yang parah.
Ada efek kejiwaan juga, termasuk insomnia, mimpi buruk, halusinasi, dan ide bunuh diri.
Oleh karena itu Organisasi Kesehatan Dunia atau WHO juga bahkan tidak merekomendasikan hydroxychloroquine sebagai pengobatan rutin untuk malaria.