Suara.com - Dalam hitungan bulan, pandemi global Covid-19 telah mengubah hubungan percintaan. Banyak pernikahan ditunda, sementara tingkat perceraian dilaporkan telah melonjak di China karena krisis tersebut.
Dilansir dari New York Times, krisis telah melahirkan leksikon baru tentang banyak pasangan yang perkawinannya terkoyak di bawah tekanan isolasi, kemudian disibut "Covidivorce".
Sean Safford, seorang profesor sosiologi di Sciences Po di Paris menyatakan krisis akibat corona telah membuat keinginan untuk bersentuhan secara langsung menjadi terlarang.
"Dalam krisis sebelumnya seperti serangan teroris di Perancis atau 9/11 di AS, jutaan orang berkumpul dalam solidaritas. Tapi sekarang kita diperintahkan untuk mengisolasi diri sebagai cara heroik dalam krisis," kata Sean pada New York Times.
Baca Juga: Anak Muda, Ini 11 Cara Mencegah Lansia Tertular Virus Corona
Dr. Lucy Atcheson, seorang psikolog yang berbasis di London, mengatakan bahwa isolasi menimbulkan kebersamaan baru bagi beberapa orang. Sementara di sisi lain, isolasi juga memperkuat gesekan dan konflik.
"Ini seperti menempatkan semua masalah kita ke dalam wajan dan benar-benar memanaskannya," kata Dr. Atcheson.
"Sesuatu seperti ini juga membuatmu sadar betapa singkatnya hidup. Jadi, jika Anda berada dalam hubungan yang buruk, Anda akan memutuskan berpisah karena menyadari hidup terlalu singkat untuk menderita," tambahnya.
Di China, negara pertama wabah corona bersarang membuat jumlah perceraian melonjak bulan Maret. Setidaknya dua provinsi di China, Sichuan dan Shanxi melaporkan bahwa para pasangan mengaku sering bertengkar saat isolasi.
Di Dazhou sebuah kota di Provinsi Sichuan, menerima hampir 100 pengajuan perceraian dalam waktu kurang dari tiga minggu.
Baca Juga: Bayinya Terinfeksi Virus Corona Covid-19, Sang Ibu Ceritakan Gejalanya!
Sedangkan mengutip Business Insider, Pejabat Kesehatan China mengatakan kenaikan perceraian akibat isolasi bisa dijelaskan oleh dua faktor.