Suara.com - Setiap Moms memiliki komitmen untuk memberikan yang terbaik bagi tumbuh kembang Si Kecil. Namun ada kalanya, beberapa situasi tertentu mampu menyebabkan anak memiliki risiko sensitivitas. Salah satu faktor risiko tersebut, apabila keluarga memiliki riwayat sensitivitas.
Pada orang dewasa, sensitivitas juga kerap terjadi. Jenis sensitivitas paling umum terjadi pada mereka adalah sensitivitas pada debu, pada makanan laut, pada udara dingin, terhadap obat, bahkan sensitivitas terhadap susu. Tak cuma pada orang dewasa, senstivitas berlebihan juga bisa terjadi pada anak-anak usia dini.
Menurut laporan Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI), yang dirilis pada 2015, sensitivitas disebutkan sebagai reaksi berlebihan yang berasal dari sistem kekebalan tubuh terhadap sesuatu yang biasanya tidak berbahaya. Sensitivitas yang paling sering dialami Si Kecil biasanya disebabkan oleh protein makanan, contohnya sensitivitas terhadap susu sapi.
Tingginya Prevalensi Sensitivitas di Indonesia
Di Indonesia sendiri, prevalensi sensitivitas protein susu sapi pada anak-anak di tahun pertama kehidupan mereka tergolong sangat tinggi, yaitu mencapai sekitar 2 persen - 7,5 persen. Sensitivitas terhadap protein susu sapi merupakan penyebab kedua terbanyak setelah sensitivitas terhadap telur.
Baca Juga: Resep Tenggiri Santan, Sajian Lezat untuk Bekal si Kecil Nih Moms
Berdasarkan data yang dicatat RS Cipto Mangunkusumo, Jakarta, pada 2012,
dari 170 jenis makanan yang dapat menyebabkan sensitivitas, sebanyak 31 persen pasien anak sensitivitas terhadap putih telur dan 23,8 persen sensitivitas terhadap susu sapi.
Adapun faktor risiko sensitivitas bisa disebakan karena faktor keturunan, faktor lingkungan akibat udara, serta serta faktor cuaca. Di Indonesia, faktor keturunan (hereditary allergy risk) juga disebut-sebut menduduki satu dari peringkat tertinggi.
Gejala yang sering terjadi saat sensitivitas terjadi bisa bermacam-macam dan tak selalu sama pada setiap anak. Biasanya sensitivitas dapat menyebabkan masalah pada sistem pernapasan, kulit dan pencernaan, dan dalam beberapa kasus yang parah, sensitivitas dapat memicu reaksi yang mengancam jiwa, yang dikenal sebagai anafilaksis.
Bila sensitivitas terjadi pada hidung, maka anak akan menderita bersin-bersin, gatal pada hidung, hingga mata berair. Jika pada kulit, anak akan merasa gatal pada kulit, ruam kemerahan, dan kadang terjadi pembengkakan pada bibir.
Jika sensitivitas terjadi pada sistem pernapasan, maka anak akan menderita batuk, kadang disertai sesak napas atau bunyi "ngik" saat bernapas.
Baca Juga: Resep Ayam Semur Malbi, Manisnya Bikin si Kecil Lahap Makan
Sensitivitas berlebihan tak saja terjadi di Indonesia. Beberapa waktu lalu, World Allergy Organization (WAO) menyebut, angka prevalensi sensitivitas bisa mencapai 10 - 40 persen dari populasi dunia.