Tingkat Kematian Covid-19 Indonesia Kedua Tertinggi Dunia, Ini Penyebabnya!

Rabu, 01 April 2020 | 10:02 WIB
Tingkat Kematian Covid-19 Indonesia Kedua Tertinggi Dunia, Ini Penyebabnya!
Tingkat Kematian Corona Covid-19 di Indonesia. (Shutterstock)
Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

Suara.com - Angka kasus infeksi pasien positif virus corona atau Covid-19 di Indonesia memang selalu bertambah dari hari ke hari. Per Selasa (31/3/2020) saja, total kasus positif mencapai 1.528. Sedangkan pasien meninggal sebanyak 136 jiwa.

Itu artinya, jika persentase angka kematian di Indonesia sebesar 8,9 persen, yakni dengan angka kematian dibagi total kasus positif, dikalikan 100 persen.

Hal itu pun membuat Indonesia berada di urutan kematian tertinggi kedua setelah Italia, yang mencapai 11,7 persen, dengan jumlah total kematian 12.428 dari total kasus positif sebanyak 188.524.

Lalu, apa yang menyebabkan tingkat kematian akibat Covid-19 di Indonesia begitu tinggi? Ketua Satgas Covid-19 Prof. dr. Zubairi Djoerban Sp.PD menjelaskannya.

Baca Juga: Jadi Penyebab Warganya Mudik, Tiket Murah Lion Air Buat Walkot Padang Geram

Gejala dan pencegahan Virus Corona (Coronavirus) Covid-19.
Gejala dan pencegahan Virus Corona (Coronavirus) Covid-19.

Kasus Covid-19 di Indonesia seperti gunung es

Menurut Prof. Zubairi, ada beberapa alasan hal ini terjadi, khususnya karena pemerintah belum berhasil mengungkap semua kasus positif yang masih ada di tengah masyarakat. Seperti gunung es, yang terlihat di permukaan hanya sedikit, padahal jika didalami masih sangat banyak.

"Nah, yang meninggal pasti benar jumlahnya, yang terdiagnosis itu yang jumlahnya under estimate, bisa dikatakan mirip-mirip puncak gunung es. Jadi sebetulnya banyak banget, jadi misalnya meninggal 100, diagnosis 1000, jadi 10 persen," ujar Prof. Zubairi saat dihubungi Suara.com.

Presentase kematian belum mendekati kebenaran

Melihat angka kasus terdeteksi yang terbilang sedikit, ia meyakini jika presentase angka kematian belum pasti atau benar. Angka kebenaran, kata dia, baru didapat jika data yang terdiagnosis sudah mencapai 5000 kasus.

Baca Juga: Terapkan Physical Distancing, Layanan Ojol Jadi Seperti Inikah?

"Artinya, belum bisa dibilang angka kematiannya tinggi, karena yang terdiagnosis masih kurang, dan datanya masih terlalu dikit terlalu kecil. Tapi beberapa hari kemudian, saya kira 1 sampai 2 minggu kemudian, waktu di bawahnya tinggi, katakanlah 1000 sampai 5000 kasus katakanlah, itu sudah mendekati kebenaran angka kematiannya," paparnya.

"Kalau misalnya yang terdiagnosis 5000, maka angka kematian kan di bagi 5000 dikali 100 persen, maka jawabannya ada di situ, sekarang belum bisa menilai sekian persen," sambungnya.

Dalam Kondisi Darurat, Hotline Kemenkes Kini Bisa Panggil Ambulans. (Instagram/@kemenkes_ri)
Dalam Kondisi Darurat, Hotline Kemenkes Kini Bisa Panggil Ambulans. (Instagram/@kemenkes_ri)

Lambat dan sedikitnya alat deteksi di Indonesia

Belum lagi lambatnya alat pendeteksi atau pengetesan Covid-19 di Indonesia.

Profesor yang berpraktik di RS Kramat 128, Jakarta Pusat itu juga menyoroti pemeriksaan spesimen di Indonesia yang masih sedikit.

Tak jarang bahkan pemeriksaan harus dipotong 2 hari libur di akhir pekan Sabtu-Minggu, sehingga minimalnya membutuhkan waktu 6 hari untuk mendapatkan hasil.

"Masalahnya untuk ini juga terkait dengan tesnya, jadi kalau misalnya seseorang di tes hari ini, hasilnya lama 3 hari kerja. Sekarang hari apa? Rabu, Kamis, Jumat, Sabtu libur, Minggu libur. Jadi baru Selasa ada hasil. Terlalu lama," pungkas dia.

Sementara itu memang, pemerintah mengaku sudah memesan 1 juta kit rapid test untuk pemeriksaan secara massal, dan sudah sebanyak 150.000 kit yang tiba di Indonesia.

Namun dengan populasi sebanyak 270 juta penduduk tentu memang sangat jauh perbandingannya.

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI