Suara.com - Di tengah imbauan untuk tetap di rumah aja, termasuk untuk tidak ke rumah sakit kecuali dalam kondisi darurat, beberapa orang tak bisa tidak harus tetap ke luar rumah dan pergi ke rumah sakit untuk keselamatannya. Salah satunya adalah mereka yang harus rutin melakukan cuci darah.
Tony Samosir, Ketua Umum Komunitas Pasien Cuci Darah Indonesia (KPCDI), menyesalkan ketidaksiapan RSUP Fatmawati sebagai rumah sakit rujukan dalam menangani pasien covid-19, khususnya bagi pasien cuci darah.
"Pasien cuci darah bernama Suhantono dinyatakan berstatus PDP (pasien dalam pengawasan) Covid-19 dan dirujuk ke RSUP Fatmawati. Di sana, pasien dirawat di ruang isolasi. Sayangnya, si pasien tidak segera dilakukan tindakan hemodialisis, harus menunggu hasil apakah pasien positif virus tersebut atau tidak," ungkapnya seperti dikutip dari rilis yang diterima Suara.com, Senin (30/3/2020).
Tony yang juga pasien transplantasi ginjal menjelaskan, kalau harus ditunda sampai seminggu lagi untuk cuci darah, maka nyawa si pasien akan terancam. Terlebih, si pasien sudah beberapa hari tidak melakukan hemodialisis.
"Racun dan cairan sudah menumpuk. Pasien saat ini menderita sekali. Bila nyawanya melayang, bukan karena virus corona, tetapi karena tidak mendapat pelayanan cuci darah. Status PDP kan belum tentu positif terinfeksi," kecamnya.
Baca Juga: Hari Ginjal Sedunia, Ketahui Penyakit-penyakit yang Bisa Merusak Ginjal
KPCDI mendengar bahwa PERNEFRI (Perhimpunan Nefrologi Indonesia) telah mengeluarkan SOP untuk menanggani pasien gagal ginjal dalam situasi wabah virus corona ini.
"Kami mendukung langkah pencegahan yang diatur oleh organisasi profesi bila pasien ODP (Orang dalam Pemantauan), PDP (pasien dalam pengawasan), apalagi suspect virus corona harus dikarantina, dan tidak cuci darah berbarengan dengan pasien lainnya. Jadi, tuntutan kami lengkapi semua rumah sakit dengan fasilitas hemodialisis dalam ruang isolasi, terutama rumah sakit rujukan dan termasuk di wisma atlit," serunya
Ketua Umum KPCDI mensinyalir Rumah Sakit Fatmawati tidak menyiapkan fasilitas hemodialisis khusus ketika virus corona sudah merebak.
"Kalau rumah sakit rujukan sekelas RSUP Fatmawati saja tidak menyediakan fasilitas tersebut, bagaimana rumah sakit lainnya yang kategorinya di bawah itu? Tentu lebih parah lagi. Dan faktanya rumah sakit yang bukan rujukan saja, tak ada satupun yang siap menangani pasien cuci darah bila dinyatakan ODP, PDP, dan suspect virus corona," sesalnya.
Lebih lanjut, menurutnya mengkategorikan ODP dan PDP kepada pasien bisa semena-mena di tengah situasi panik ini. “Akan banyak korban ketika pasien masuk kategori ODP, apalagi pasien cuci darah itu sangat rentan demam karena infeksi benda asing seperti alat kateter dan sesak karena kelebihan cairan,” jelasnya lagi.
Baca Juga: Penyakit Ginjal Tambah Resiko Terinfeksi Corona Covid-19
Dalam situasi krisis ini, KPCDI juga meminta BPJS Kesehatan tidak melakukan pemutusan kerja sama dengan rumah sakit yang memiliki layanan hemodialisis.
“Di Medan, Rumah Sakit Bunda Thamrin diputus kerjasamanya dengan BPjS Kesehatan. Sekitar 70 pasien cuci darah di sana kebingungan karena rumah sakit lainnya sudah melakukan kebijakan tidak menerima lagi pasien dari luar, dalam situasi wabah virus corona. Nyawa mereka sekarang terancam karena belum ada solusi yang jelas,” pungkasnya.