Suara.com - 3 Fakta Tentang Alat Bantu Pernapasan, Penyambung Hidup Pasien Covid-19
Pasien virus Corona Covid-19 dengan gejala ringan disarankan untuk mengisolasi diri di rumah. Namun bagi mereka yang memiliki gejala sedang hingga berat, harus dirawat di rumah sakit karena membutuhkan alat bantu pernapasan.
Dilansir DW Indonesia, sekitar 20 persen pasien yang terinfeksi virus corona SARS-CoV-2 terserang saluran pernapasan bagian bawahnya, termasuk paru-paru. Kondisi pasien bisa dengan cepat menjadi kritis. Dalam kasus berat, pasien harus dirawat di ruang intensif dan diberi alat bantu pernapasan.
Masalah yang muncul adalah terbatasnya jumlah ranjang perawatan yang dilengkapi mesin alat bantu pernapasan atau respirator.
Baca Juga: Turut Perangi Corona, ACC Salurkan Alat Bantu Kesehatan
Negara industri maju di Eropa seperti Italia dan Spanyol menunjukkan gawatnya problem di saat krisis wabah virus corona Covid-19.
Tugas dokter kini bertambah, dengan harus menentukan, pasien mana yang mendapat alat bantu pernapasan dan mana yang tidak.
1. Siapa yang mendapat prioritas menggunakan alat bantu pernapasan?
Alat bantu pernapasan sangat dibutuhkan, jika pernapasan spontan alamiah tidak lagi mampu memberikan asupan oksigen dan mengeluarkan CO2 atau karbon dioksida dari paru-paru.
Pernafasan buatan dibantu mesin bisa menyelamatkan nyawa. Jika pernapasan alami terhenti, organ tubuh terpenting tidak lagi mendapat asupan oksigen. Dalam waktu bersamaan, karbon dioksida tidak lagi dikeluarkan lewat paru-paru.
Baca Juga: Pastor Katolik Positif Corona Wafat Usai Tolak Respirator Demi Pasien Lain
Dalam waktu singkat setelah pernapasan terhenti, jantung juga akan berhenti berdetak. Sirkulasi darah dan metabolisme berhenti. Pasien akan meninggal dalam hitungan menit.
Pasien dalam kondisi gawat darurat dan nyawa pasien terancam seperti itulah yang mendapat prioritas alat bantu pernapasan. Asosiasi dokter Jerman telah tetapkan pedoman hidup atau mati pasien corona.
Selanjutnya: Cara kerja alat bantu pernapasan
2. Cara kerja alat bantu pernapasan
Alat bantu pernapasan bekerja dengan memompa udara bertekanan yang mengandung oksigen ke paru-paru dan mendesak cairan dari alveoli paru-paru ke luar.
Prinsipnya terdengar sederhana, tapi teknik perawatan medisnya sangat rumit. Mesin alat bantu pernapasan modern, bisa disesuaikan dengan profil pernapasan pasien yang memerlukannya.
Pada alat bantu pernapasan dengan tekanan terkontrol, mesin respirator menyetel tekanan sedemikian rupa ke saluran pernapasan dan paru-paru, agar sebanyak mungkin oksigen dapat diserap.
Jika tekanan sudah cukup, pengeluaran nafas dimulai. Respirator praktis mengambil alih proses pernapasan pasien.
Lazimnya udara dialirkan dengan bantuan masker yang kedap udara, yang dipasang di area mulut dan hidung pasien.
Jika kasusnya sangat parah, biasanya selang alat bantu pernapasan dimasukkan langsung ke saluran pernapasan, dengan cara melubangi leher atau tindakan trakeotomi.
Karena prosedurnya menyakitkan, pasien biasanya harus dibius dan direkayasan ke kondisi koma buatan.
3. Mengapa terjadi kelangkaan alat bantu pernapasan?
Dalam situasi krisis wabah virus corona, permintaan alat respirator meningkat drastis. Banyak negara di Eropa yang tergolong maju, sistem kesehatannya tidak siap menghadapi krisis yang memerlukan alat bantu pernapasan dalam jumlah banyak dalam waktu bersamaan.
Mesin canggih untuk membantu pernapasan di sektor kedokteran gawat darurat, yang harga satu unitnya ada yang mencapai 50.000 euro atau sekitar 750 juta rupiah tidak bisa dibeli begitu saja di pasar bebas. Perusahaan yang memproduksi alat bantu pernapasan canggih, yang bisa memperkaya darah pasien dengan oksigen yang disebut ECMO juga tidak banyak jumlahnya di seluruh dunia.
Perusahaan pembuat alat bantu pernapasan sedunia juga sudah menggenjot kapasitas produksinya sampai taraf maksimal. Tapi wabah juga melumpuhkan rantai pemasokan suku cadang dan peralatan seperti selang pernapasannya.
Selain itu, bukan hanya kekurangan alat, kekurangan tenaga ahli juga sangat terasa. Di masa krisis wabah Covid-19, para ahli yang bisa mengoperasikan respirator bekerja tanpa henti melayani pasien-pasien gawat darurat yang jumlahnya terus naik tiap hari.