Dokter AS Akan Gunakan Plasma Darah Pasien Covid-19 Sembuh sebagai 'Vaksin'

Senin, 30 Maret 2020 | 03:10 WIB
Dokter AS Akan Gunakan Plasma Darah Pasien Covid-19 Sembuh sebagai 'Vaksin'
Plasma darah hasil donor. (Shutterstock)
Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

Suara.com - Sejumlah dokter di New York, Amerika Serikat sedang menguji coba membuat pengobatan sementara bagi pasien Covid-19 dengan menggunakan plasma darah dari pasien yang telah sembuh.

Diketahui, plasma pasien Covid-19 yang sembuh penuh dengan antibodi yang dapat melawan virus. Sehingga dokter menyimpulkan bahwa darah yang berasal dari pasien sembuh dapat menjadi sumber kaya akan antibodi, protein yang terbuat dari sistem imun untuk melawan virus.

Bagian tubuh yang mengandung antibodi adalah plasma penyembuh, telah digunakan selama beberapa dekade untuk menangani penyakit-penyakit infeksius termasuk Ebola dan influenza.

"Cukup sulit secara ilmiah untuk melihat seberapa berharganya untuk digunakan pada suatu penyakit sampai kau mencobanya," kata Dr David L. Reich, presiden dan COO dari Mount Sinai Hospital, yang akan mengetes pengobatan tersebut dikutip dari New York Times.

Baca Juga: Viral Video Akses ke jakarta Ditutup, Jasa Marga: Kini Sudah Dibuka Kembali

Menurut Dr. Reich, nantinya hasil 'vaksin' tersebut akan digunakan sebagai pengobatan pasien yang dirawat di rumah sakit dengan kondisi sedang dan mengalami kesulitan bernapas, bukan untuk pasien dengan kondisi serius maupun kritis. 

Para peneliti di Mount Sinai merupakan salah satu dari yang pertama mengembangkan tes yang dapat mendeteksi antibodi pada pasien sembuh di Amerika Serikat.

Pihak Administrasi Obat-obatan dan Pangan AS (FDA) telah memberikan izin untuk menggunakan plasma sebagai eksperimen dalam kondisi gawat darurat untuk mengobati pasien virus corona Covid-19.

Adalah Dr. Bruce Sachais, chief medical officer dari New York Blood Center yang nantinya akan mengumpulkan, mengetes, dan mendistribusikan plasma tersebut. Menurutnya, fokus utama adalah bagaimana cara mereka mengimplementasikan eksperimen ini secepatnya untuk bisa segera diberikan pada pasien.

Para relawan yang nantinya akan mendonasikan plasma darahnya harus diskrining secara seksama sesuai dengan kriteria yang cukup ketat. Donor melibatkan orang-orang yang pernah positif Covid-19 dan memiliki kadar antibodi yang cukup tinggi untuk melawan virus tersebut.

Baca Juga: Polisi Bekuk Pelaku Penyebar Video Hoaks Jalan Cipinang Melayu Lockdown

"Ekspekstasi kami, menurut laporan dari pengalaman para peneliti di China, adalah kebanyakan orang-orang yang telah sembuh memiliki antibodi yang tinggi. Kebanyakan pasien yang sembuh akan memiliki antibodi yang bagus dalam sebulan," kata Dr. Sachais.

Setelah terkualifikasi, nantinya para relawan akan dikirim ke pusat bank darah untuk mendonasikan plasma mereka.

Prosedur yang disebut apheresis ini mirip seperti donor darah, bedanya nanti darah mereka akan melewati mesin yang mengekstraksi plasma darah lalu sel-sel darah merah dan putih akan kembali ke tubuh donor.

Dr. Sachais menyebut mengambil sebagian plasma darah tidak akan membahayakan tubuh si donor ataupun mengurangi kemampuan resistensi mereka akan virus. "Kami hanya mengambil sekitar 20 persen dari antibodi mereka dan dalam beberapa hari kemudian mereka akan kembali," lanjutnya.

Plasma darah yang sudah diambil akan dites kembali untuk memastikan tidak membawa infeksi seperti hepatitis atau HIV atau protein tertentu yang bisa menutup reaksi imun dari penerima donor.

Apabila lolos tes, maka plasma dapat dibekukan atau langsung digunakan.

Tiap pasien akan mendapatkan satu unit, perkiraan satu cangkir yang nantinya akan diberikan dalam bentuk transfusi darah dan harus memiliki jenis plasma darah yang sama.

"Kami berpikir hal ini akan menjadi pengobatan yang efektif bagi beberapa pasien, tapi kami belum tahu benar. Harapannya, kami akan mendapatkan beberapa data dalam beberapa minggu ke depan dari pasien-pasien pertama, untuk melihat apakah kami berada dalam jalur yang tepat," kata Dr Sachais.

Keputusan untuk melakukan hal ini didasari oleh laporan dari China bahwa hal ini dapat menolong pasien virus corona. Akan tetapi laporan tersebut tidak didasari pula dengan studi atau data yang definitif.

Walau begitu, memberikan sebagian plasma darah memang memiliki risiko yang potensial yakni sistem imun pasien penerima donor akan bereaksi melawan plasma tersebut dan menyebabkan penyakit tambahan.

Meski pihak rumah sakit akan mengumpulkan informasi pasien yang akan menerima pengobatan tersebut, tak akan ada kelompok untuk uji coba ataupun upaya untuk memastikan apakah pengobatan ini bekerja.

Menurut Dr Reich, tak ada cukup waktu melihat banyaknya pasien positif ini sehingga bukan saatnya untuk menguji coba. Para dokter mengandalkan sains dan bukti-bukti sebisa mungkin.

"Hal ini memiliki potensi untuk membantu dan juga menyakiti, tapi kita tak tahu hingga nanti akan diproses ke penyakitnya dan orang-orang memiliki pilihan lain," sambungnya. 

Ada banyak ratusan orang yang merespon ingin menjadi donor dan inilah yang ia hargai. Mereka yang berhasil sembuh akan ingin melakukan sesuatu bagi sesama warga New York. 

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI