Peneliti: Corona Covid-19 Berakhir Saat Musim Panas, Bagaimana Indonesia?

Rabu, 25 Maret 2020 | 20:10 WIB
Peneliti: Corona Covid-19 Berakhir Saat Musim Panas, Bagaimana Indonesia?
Ilustrasi musim panas. (PIxabay/Free-Photos)
Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

Suara.com - Hampir 3 bulan sudah warga dunia berjibaku dengan kemelut virus corona atau Covid-19. Banyak yang berharap pandemi ini segera berakhir sehingga semua kembali hidup normal.

Sempat beredar bahwa virus dengan nama ilmiah SARS CoV 2 ini lebih sulit bertahan dan menyebar di daerah beriklim panas. Benarkah?

Seperti dikutip dari Live Science, Rabu (25/3/2020), sebuah penelitian menyebutkan bahwa virus corona baru ini tidak akan menyebar secara signifikan di daerah beriklim hangat. Hal ini berbeda dengan daerah yang memiliki kelembaban tinggi atau daerah dingin.

Penampakan Virus Corona baru atau COVID-19 [NIAID flickr].
Penampakan Virus Corona baru atau COVID-19 [NIAID flickr].

Meski demikian, penelitian yang diterbitkan dalam jurnal Social Science Research Network ini masih butuh penelitian lebih lanjut. Namun, riset itu cukup untuk memberikan gambaran sekilas bagaimana musim panas yang akan datang bisa memberikan harapan.

Baca Juga: Ilmuwan di Balik Film Contagion Terjangkit Covid-19

Dalam penelitian itu,  Qasim Bukhari dan Yusuf Jameel dari Massachusets Institute of Technology melakukan analisis kasus Covid-19 secara global.

Mereka menemukan 90 persen infeksi Virus Corona Covid-19 terjadi di daerah yang suhunya berada di antara 37,4 hingga 62,2 derajat fahrenheit (setara 3 hingga 17 derajat celcius) dan tingkat kelembaban absolut 4 hingga 9 gram per meter kubik (g/m3).

Sedangkan di negara dengan suhu rata-rata lebih besar dari 64,4 F (setara 18 derajat celcius) dan kelembaban lebih dari 9 g/m3, jumlah kasus Covid-19 yang menginfeksi kurang tidak sampai 6 persen dari total kasus secara global.

Tangan seorang perawat dalam sarung tangan memegang tabung reaksi dengan tulisan COVID 19, dengan tes darah positif untuk virus corona baru yang menyebar dengan cepat. (ANTARA/Shutterstock/pri).
Tangan seorang perawat dalam sarung tangan memegang tabung reaksi dengan tulisan COVID 19, dengan tes darah positif untuk virus corona baru yang menyebar dengan cepat. (ANTARA/Shutterstock/pri).

"Ini menunjukkan bahwa penularan virus nCoV 2019 mungkin kurang efektif di iklim lembab yang jauh lebih hangat," ungkap para peneliti.

Mereka juga mencatat bagaimana sebagian besar kasus transmisi Corona Covid-19 terjadi di daerah yang relatif lembab. Namun, bukan berarti di musim panas orang bebas meninggalkan social distancing lalu kembali ke bar, mendatangi konser serta berkerumun.

Baca Juga: Pandemi Virus Corona Covid-19, Yuk Sehatkan Paru-Paru dengan 5 Makanan Ini!

Akan tetapi, ada lebih dari 10.000 kasus Corona Covid-19 terjadi di daerah dengan suhu rata-rata 18 derajat celcius (atau setara 64,6 derajat F), seperti data sejak 15 Maret 2020. Artinya peran suhu yang lebih hangat untuk memperlambat penyebaran bisa terjadi dengan suhu yang jauh lebih tinggi.

Di Indonesia sendiri, suhu rata-rata di sejumlah daerah berkisar antara 23-32 derajat celsius. Meski demikian, virus itu telah menyebar dan menginfeksi 686 pasien dan 55 di antaranya meninggal.

"Saya pikir memang tidak masuk akal kita berharap bahwa virus ini akan mereda di bulan-bulan musim panas. Tapi, tetap saja itu mungkin bisa memberikan kita harapan," ungkap Dr. William Schaffner, Spesialis Penyakit Menular Vanderbilt University diTennessee.

Tidak jelas memang mengapa suhu sangat memengaruhi virus flu seperti Covid-19. Tapi, hal itu bisa jadi karena saat kita menghembuskan napas, beberapa virus di bagian belakang tenggorokan terdorong keluar.

"Dan jika kita melihat dengan mikroskop dan memperhatikan virys itu, kita akan melihat bahwa virus dilindungi oleh bola mikroskopis yang melembabkan," tambah Schaffne

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI