Psikiater Ingatkan Tertawa Itu Baik untuk Kesehatan Jiwa

Rabu, 25 Maret 2020 | 12:48 WIB
Psikiater Ingatkan Tertawa Itu Baik untuk Kesehatan Jiwa
Ilustrasi tertawa. (Shutterstock)
Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

Suara.com - Di tengah kemelut panik dan kekhawatiran akibat pandemi virus corona Covid-19, terselip banyak humor atau meme-meme yang beredar di kalangan warganet Indonesia. Dan tak sedikit meme yang mengundang tawa meski hati tengah miris dengan kondisi yang ada di depan mata. Tak apa, tertawa memang penting untuk kesehatan jiwa.

Dalam siaran podcast bersama dr. Nova Riyanti Yusuf, SpKJ (Noriyu) yang menghadirkan narasumber psikiater dr. Andreas Kurniawan, SpKJ, kedua psikiater membahas mengenai humor dan tertawa yang merupakan bagian penting dari kesehatan jiwa atau mental.

Menurut dr. Andre, semua orang sebenarnya memiliki rasa humor. rasa humor ini bahkan sudah ada sejak lahir, dan tidak pernah diajarkan oleh orangtua dan sekeliling kita. Ini sama seperti rasa takut, namun perbedaannya adalah seiring kita bertambah usia, rasa humor ditekan karena disebut tidak sesuai usia.

"'Oh kamu tuh sudah dewasa, kamu nggak boleh becanda, kamu harus serius'. Jadi terbentuklah mental seperti itu," kata dr. Andre, seperti dikutip Suara.com pada Rabu (25/3/2020).

Baca Juga: Pilu, Kisah Pria Suriah Ajarkan Putrinya Tertawa Setiap Dengar Ledakan Bom

Padahal, humor adalah salah satu cara mengendalikan atau mengurangi rasa stres yang terjadi dalam diri kita. Hal ini dibuktikan dalam salah satu buku yang ditulis oleh dr. Andre, yakni Buku Ajar Koas Racun, yang berisi humor-humor seputar dunia medis.

Ada satu candaan yang dicontohkan dr. Andre dari dalam bukunya, yakni "Dengan menguasai bahasa Latin, Anda dengan mudah dapat berubah dari si manusia cupu belajar terus, menjadi si gagah berbahasa keren."

Dengan humor tersebut ia mencoba untuk mengubah sesuatu yang seharusnya membuat tegang (belajar bahasa Latin dalam dunia medis) menjadi ringan. Dalam teori psikologi, ia mengubah cognitive strain di mana kondisi otak menjadi tegang, diubah ke dalam kondisi cognitive ease yang menyenangkan.

"Ketika kita mengubah sesuatu yang menengangkan jadi menyenangkan, itu lebih mudah diterima," tuturnya.

Ini juga yang terjadi di media-media sosial belakangan ini, di mana orang lebih mudah merespon suatu kejadian dengan meme atau humor. Hal ini disebabkan orang sulit menerima berita buruk dengan kondisi cognitive strain karena lebih menyakitkan.

Baca Juga: Idap Kelainan Saraf, Wanita Ini Selalu Tidur Setiap Kali Tertawa

Sehingga kemunculan meme ataupun humor tersebut mengubah kondisi ini menjadi cognitive ease yang menyenangkan. Tanpa mengetahui teori tersebut pun, semua orang bisa melakukannya. Tentunya dengan etika yang benar.

"Kalau kita mau ngebecandain orang, target kita adalah laught with them, not laugh at them. Jadi kita ngajak mereka untuk tertawa, bukan menertawakan dia," jelas dr Andre.

Etika becanda yang benar adalah ketika humor tersebut tidak membuat mereka menderita karena becandaan kita. Hal inilah yang cukup miris terjadi dengan humor prank yang ada di mana-mana sekarang ini, becanda menjadi salah kaprah dan berujung bencana bagi orang lain.

Dan tidak tentu humor itu selalu membuat orang tertawa. Menurut dr. Andre, asalkan kita bisa mengubah situasi dari tegang menjadi ringan dan lebih menyenangkan, maka itu juga bisa termasuk humor.

"Para pembuat humor kayaknya harus bisa mengukur, mana yang sebenarnya humor itu sehat, dan humor itu tidak sehat dan tidak layak untuk dinikmati untuk netizen," timpal Noriyu.

Noriyu menambahkan bahwa humor itu bukan untuk menyenangkan orang semata, tapi humor itu juga untuk menyehatkan kita secara kejiwaan. Tapi terkadang keadaan ini justru berbalik karena orang malah menjadi stres karena berusaha untuk menyenangkan orang lain.

Bagaimana dengan menggunakan humor sebagai terapi kejiwaan? Dr. Andre mengatakan ada orang yang mungkin cocok, ada pula yang tidak.

Menurut pengalamannya, terkadang ada pasien yang datang dan bercerita sembari menyelipkan sedikit becandaan. Rupanya memang si pasien sering mengatasi hal-hal yang sulit baginya dengan humor.

"Dari situ kita bisa mengarahkan terapi juga supaya dia bisa melihat (kondisi kejiwaan) dari sisi lucunya dia. Tapi kalau misalnya ada orang serius, saya suruh becanda, ya nggak bisa," katanya.

Ia menyebut warganet Indonesia bisa mendapatkan manfaat dari menyelipkan humor ini, karena mereka cenderung membagikan dua hal di media sosial, berita yang membawa rasa sakit, dan berita yang membawa kesenangan.

Lalu apakah ada banyak penelitian mengenai orang yang humoris atau suka becanda dan tertawa memiliki kesehatan jiwa yang lebih bagus? Dr. Andre menjawab secara umum iya, karena secara tidak langsung mereka yang sering tertawa dengan alasan (bukan yang spontan) memiliki kesehatan menyeluruh yang baik.

Ketika seseorang tertawa lepas, tubuh berubah menjadi tegang ke rileks dan tenang. Endorfin atau internal morfin membuat kita lebih kalem dan mengurangi rasa sakit.

"Kalau mau kita bahagia, ya banyak-banyak ketawa. Ketawanya gimana? Ketawa yang bener-bener lepas dan alami," pungkasnya.

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI