Suara.com - Pemerintah Louisiana, Amerika Serikat melaporkan 479 kasus corona Covid-19 yang terkonfirmasi pada Jumat (20/3/2020). Sebagian besar kasus berasal dari New Orleans yang sempat merayakan acara Mardi Gas 2 minggu sebelum ditemukannya kasus pertama.
Seorang petugas medis di New Orleans pun menceritakan kondisi rumah sakit yang mendadak sibuk dan efek infeksi virus corona Covid-19 pada paru-paru sejumlah pasien.
Seorang ahli pernapasan yang bekerja di unit perawatan intensif rumah sakit ini bercerita tetang sejumlah pasien Covid-19 yang relatif muda, antara usia 40 hingga 50 tahun. Beberapa pasien corona Covid-19 dalam kondisi parah menggunakan alat bantu ventilator.
Ia sempat kewalahan menangani pasiennya. Ia tertegun melihat kecepatan infeksi virus corona Covid-19 di New Orleans. ICU tempatnya bekerja seketika berubah menjadi unit khusus untuk menangani virus corona Covid-19.
Baca Juga: Jengkel Tunggu Skrining Corona, Wanita Ini Sengaja Batuk Depan Kru Kabin
Petugas medis ini mengira-ngira rumah sakit telah menerima banyak pasien virus corona Covid-19 dan sepertiganya membutuhkan ventilator. Sedangkan, rumah sakitnya masih belum siap menerima lonjakan pasien ini dan situasi ini telah mengubah pola pikirnya.
"Saat baca berita tentang kasus ini, saya sudah tahu kondisi ini bisa menjadi buruk. Tetapi, kami sudah terbiasa menangani flu setiap tahunnya. Jadi kami pikir tidak jauh lebih buruk daripada flu. Tetapi, melihat pasien corona Covid-19 sangat mengubah cara pandangku dan itu jauh lebih menakutkan." ujar sang petugas medis dikutip dari Propublica.org.
Ia pun mendapat pasien usia 40 tahunan. Saat itu ia merasa kaget melihat kondisi pasiennya yang berbeda dengan pasien lain, yang relatif sehat dan tidak ada riwayat kesehatan parah.
Tapi, pasiennya mendadak mengalami gangguan pernapasan sampai akhirnya tidak responsif. Tim medis sudah mengonfirmasi bahwa pasien itu positif Covid-19 karena kontak dekat dengan pasien lainnya.
Kemudian mereka berusaha memeriksa tanda-tanda vital pasien setiap 4 jam dengan monitor jantung. Ia melihat detak jantung pasiennya mendadak menurun dan meningkat seolah berusaha bernapas. Sampai akhirnya pasien itu tidak responsif.
Baca Juga: Cegah Penularan Virus, Tasya Kamila Praktikkan Etika Batuk yang Tepat
Ia menjelaskan bahwa sindrom gangguan pernapasan akut (ARDS), artinya paru-paru dipenuhi cairan. Pasien ARDS sangat sulit dioksigenisasi dan memiliki tingkat kematian sangat tinggi, sekitar 40 persen.
"Biasanya ARDS adalah sesuatu yang jarang terjadi karena paru-paru semakin meradang seiring berjalannya waktu. Masalah ketika cairan dan darah tambahan mulai mengalir ke paru-paru. Virus bisa melukai sel-sel di dinding aveoli, sehingga cairan bocor ke dalam alveoli," jelasnya.
Kondisi itulah yang membuat hasil sinar-X paru-paru terlihat seperti ada kaca yang disebut "ground glass opacity".
Dalam pengalamannya, petugas medis ini meyakini bahwa tingkat keparahan ARDS cenderung pada orang yang memiliki banyak air di paru-paru atau orang yang menghirup udara gas kaustik.
Pertama kali ia melihat virus corona Covid-19 ini berbeda dari flu biasa, ketika seorang laki-laki muda terengah-engah dan sekresi buih merah muda keluar dari mulutnya. Ventilator mestinya membantu ia bernapas, tetapi ia justru terengah-engah, tidak bisa menggerakkan mulut dan tubuhnya.
Padahal tekanan tinggi dari pengaturan ventilasi membantu mendorong udara ke paru-paru. Bahkan pada seseorang yang sudah sembuh, mungkin saja kondisi ini merusak paru-parunya.
Selain tu, ARDS juga bisa menyebabkan penurunan kognitif. Beberapa orang juga mengalami kehilangan otot dan butuh waktu lama untuk memulihkannya bagi mereka yang keluar dari ventilator.
"Ada kemungkinan bahwa rumah sakit ini akan kehabisan tempat karena banyaknya pasien sakit dan perlu intubasi serta memakai ventilator," katanya.