Di sisi lain, Marius menyoroti lemahnya standar pelayanan medik nasional, terutama di saat wabah. Hal ini yang membuat gerak pemerintah pusat terlihat lambat dan gagap, serta koordinasi yang tidak mulus dengan pemerintah daerah.
Ditambah keterbukaan informasi yang masih jadi tantangan pemerintah. Marius menyebut tidak masalah jika pemerintah membuka daerah-daerah secara spesifik paling banyak penyebaran, agar masyarakat lebih aware dan peduli. Langkah ini sangat penting, jika memang tujuan pemerintah memutus rantai penularan Covid-19. Sehingga tidak cukup dijelaskan per-provinsi DKI Jakarta, Jawa Barat, atau Jawa Tengah saja, karena aspeknya masih sangat luas.
"Pemerintah teriak masyarakat untuk aware, perlu peran serta masyarakat. Mau peran serta gimana kalau informasi nggak jelas dan jujur, kasih tahu daerah sini. Kasih tahu daerah mana Jakarta," tuturnya.
Solusi Masalah RS Rujukan, Perlu Dibangun Rumah Sakit Khusus Virus Corona?
Baca Juga: Lagi, Pasien Positif Corona di Grobogan Berbohong, 20 Perawat Wajib Isolasi
Ketua Satgas Covid-19 dari Ikatan Dokter Indonesia (IDI) Prof Zubairi Djoerban mengatakan prinsip isolasi tetap harus dijalankan sebagaimana standar idealnya tindakan isolasi. Jikapun rumah sakit rujukan penuh, maka harus dicari tempat khusus, dan bukan isolasi mandiri rumah.
"Prinsipnya kalau harus diisolasi ya diisolasi. Cuman kalau tempatnya terbatas ya dicari model yang mirip-mirip isolasi. Karena kalau misalnya kapasitasnya berapapun saya agak khawatir kalau terisi penuh. Jadi memang yang pada prinsipnya gejalanya ringan sekali, isolasi sederhana," ujar Prof Zubairi saat kepada Suara.com saat dihubungi Rabu (18/3).
Profesor yang berpengalaman mengepalai penanganan HIV-AIDS di Indonesia ini mengumpamakan tempat isolasi seperti penampungan korban banjir, yakni dibuat secara sederhana sebagai penampungan sementara. Meski begitu, perlengkapan dan beragam kebutuhan untuk proses isolasi harus lengkap.
Ia juga mengatakan jika melihat jumlah kasus positif dan banyaknya rumah sakit rujukan di seluruh Indonesia, rasanya sulit dipercaya jika semuanya penuh. Dalam keadaan darurat seperti sekarang, rumah sakit swasta juga harus dilibatkan.
"Iya kenapa tidak kalau darurat namanya wabah, harus ditangani semaksimal mungkin. Lagi pula dari jumlah sekarang 134 (kasus positif, per 16 Maret 2020) dan tidak mungkin tidak tertampung. Kalau dari angka sekarang masih bisa hanya komunikasi yang baik antar rujukan," ungkapnya.
Baca Juga: Terapi Sel PLX, Enam Pasien Kritis dengan Covid-19 di Israel Selamat
Sementara itu Adib memiliki solusi lain. Ia mengatakan Indonesia seharusnya bisa membuat rumah sakit khusus virus Corona Covid-19 seperti yang dibangun di Wuhan, China, tempat penyakit ini bermula. Sebab di Indonesia, kasus positif yang ditemukan naik secara signifikan, bahkan bertambah lebih dari 50 kasus baru per hari.
"Bukan tidak mungkin seperti itu (RS di Wuhan). Jadi kalau kami mendorong ada 1 wilayah ada 1 tempat. di Jakarta ada Wisma Atlet atau satu wilayah di Pertamina Jaya, saya kira itu satu usulan cukup bagus. Progresif ke sana saat ini juga sudah dipersiapkan," terangnya.
Demografi Indonesia sebagai negara kepulauan memang menyulitkan pelayanan kesehatan yang terpusat. Maka dari itu,rumah sakit khusus Covid-19 ini tidak hanya dibangun untuk mengakomodasi wilayah DKI Jakarta atau di pulau Jawa saja. Idealnya, rumah sakit khusus Covid-19 ini harus ada di setiap provinsi di Indonesia.
"Wilayah sekarang trennya naik, Jawa Tengah, Jawa Timur harus disiapkan rumah sakit khusus. Sehingga nanti bener-benar diisolasi dan dilakukan perawatan, karena bukan tidak mungkin jika outbreak ini semakin berkembang, sepertinya halnya di negara-negara lain," tutupnya.