Suara.com - Tragedi pembunuhan di Sawah Besar, Jakarta Pusat, dimana pelaku pembunuhan adalah gadis ABG berinisial NF (15 thn) yang merasa puas ketika membunuh balita berinisial APA (5 thn), menjadi sorotan publik.
Sejumlah pakar, seperti psikolog atau psikiater hingga dokter kesehatan jiwa pun menanggapi kasus ini. Tak terkecuali pakar grafolog, Deborah Dewi, yang memelajari karakter atau kepribadian seseorang dengan cara menganalisis tulisan tangan.
Bagi Deborah Dewi, kasus pembunuhan yang dilakukan seorang ABG di Sawah Besar ini tentu saja sangat memprihatinkan.
"Ini harusnya tidak hanya menjadi mimpi buruk keluarga korban, tapi juga bagi keluarga pelaku. Orang tua mana yang ingin membesarkan anaknya menjadi seorang pembunuh? Kecuali jika memang ada yang tidak wajar dengan orang tua tersebut," ujarnya kepada Suara.com melalui surat elektronik, Rabu (10/3/2020).
Lebih lanjut Deborah Dewi berpendapat bahwa tidak semua orang yang pernah membunuh adalah seorang pembunuh. Hal ini bisa dilihat atau dianalisis dari ilmu grafologi, dimana tulisan tangan seseorang yang melakukan sebuah tindakan teledor dan secara tidak sengaja berimbas pada hilangnya nyawa orang lain, tentu berbeda dengan tulisan tangan seseorang yang memang memiliki dorongan perilaku menyimpang (untuk membunuh).
Baca Juga: Gadis Bunuh Balita di Sawah Besar, Psikolog: Lingkungan Juga Punya Andil
"Dengan ilmu Grafologi tanda-tanda tersebut bisa dibedakan dengan melihat indikator grafis tertentu pada tulisan tangan serta coretan gambar dimana keduanya merupakan gestur grafik seseorang yang menggambarkan pola perilaku dan karakter," terangnya merinci.
Setidaknya, kata Deborah Dewi, ada lima indikator grafis yang terdapat pada tulisan tangan seorang pembunuh secara bersamaan. Apa saja indikatornya? Simak di halaman selanjutnya.
1. Terdapat sudut tajam dan bentuk segitiga yang tidak pada tempatnya di balik tulisan tangan dan coretan gambar
Sadarkah Anda bahwa meskipun semua orang di belahan dunia ini belajar menulis dengan input bentuk huruf yang sama namun output yang dihasilkan semuanya berbeda?
Menariknya, kata Deborah Dewi, tidak ada satupun sistem pendidikan di dunia ini yang mengajarkan bentuk huruf "t", "y", "g" yang dibuat dengan sudut tajam atau mengandung unsur segitiga. Sehingga ketika muncul bentuk tersebut dalam sebuah tulisan tangan secara terus menerus, tentu memiliki makna tersendiri.
Baca Juga: Dilema Kasus Pembunuhan Bocah di Sawah Besar: Penjara Bukan Pilihan
Indikator kedua dan ketiga, baca halaman berikutnya.
2. Bentuk tulisan tangan dengan perubahan yang ekstrem
Menulis adalah kegiatan organik, bukan mekanik seperti mengetik.
Alhasil bentuk tulisan tangan yang dihasilkan justru perlu diwaspadai jika hasilnya terlalu presisi seperti mengetik.
Namun sebaliknya perubahan yang ekstrem dari segi ukuran dan bentuk juga merupakan salah satu tanda yang perlu diwaspadai jika muncul berulang-ulang dalam sebuah tulisan tangan.
3. Arah tulisan tangan yang tidak teratur
Menulis adalah salah satu aktivitas otak yang sangat kompleks.
Ketika seseorang menuliskan isi pikirannya namun bentuk tulisannya menunjukkan arah yang berlawanan, hal ini merupakan indikator adanya konflik antara pikiran dan perasaan penulisnya.
Indikator keempat, lanjut di halaman berikutnya.
4. Tekanan tulisan tangan yang sangat kuat secara terus menerus
Kegiatan menulis normal itu ibarat bernapas. Ada napas panjang, ada napas pendek. Demikian juga dengan tekanan dalam menulis.
Wajar jika terdapat kombinasi tekanan kuat pada arah tarikan ke bawah dan tekanan melemah pada arah tarikan ke atas.
Namun jika seluruh tulisan tangannya dibuat dengan tekanan yang kuat, tanda ini juga patut diwaspadai sebagai salah satu tanda yang tidak wajar.
Secara visual bisa dilihat pada bentuk tulisan tangan ketebalannya hampir semuanya sama (tidak ada tebal tipis).
Lantas, apa indikator yang kelima? Baca di halaman selanjutnya.
5. Coretan gambar organik (manusia dan atau binatang) dengan mimik ekspresi yang selalu menggambarkan kemarahan dan atau kesedihan.
Inilah beberapa gambar karya ABG berinisial NF (15 tahun), pelaku pembunuhan balita berinisial APA (5 tahun) di Sawah Besar, Jakarta, yang selalu menggambarkan mimik ekspresi kemarahan dan kesedihan.
Itulah minimal 5 indikator grafis yang secara bersamaan (tidak terpisah-pisah) muncul di balik tulisan tangan seorang pembunuh.
Adapun makna secara khusus yang terdapat pada tulisan tangan maupun coretan ABG “Slenderman” pembunuh balita di Sawah Besar, kata Deborah Dewi, menunjukkan kesedihan, kemarahan, gambar diri yang tidak stabil, sangat sensitif terhadap penolakan, memiliki intensitas emosi yang sangat kuat, berubah-ubah serta agresif.
"Sebagai orang tua, saya ikut prihatin dan berduka dengan tragedi ini, tidak hanya kepada keluarga korban namun juga kepada keluarga pelaku. Seandainya perilaku yang tidak biasa ini bisa terdeteksi sejak dini maka kemungkinan melayangnya nyawa seseorang masih bisa dicegah dengan penanganan perilaku patologis oleh tenaga kesehatan (mental)," pungkasnya.
Deborah Dewi
Grafolog Indonesia dengan Standar Kompentensi Tenaga Kerja yang sudah di validasi di 83 negara (Standard Competence EC-0293 apostille by The Hague Convention).