Studi: Anak-anak Bisa Terinfeksi Covid-19, tapi Tidak Sampai Sakit Parah

Selasa, 10 Maret 2020 | 16:51 WIB
Studi: Anak-anak Bisa Terinfeksi Covid-19, tapi Tidak Sampai Sakit Parah
Ilustrasi anak batuk karena terinfeksi virus corona Covid-19 (Shutterstock)
Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

Suara.com - Virus corona Covid-19 memang dapat menginfeksi siapa saja, terutama anak-anak. Tapi, menurut laporan Live Science, kemungkinan sakit mereka menjadi parah kecil.

Pernyataan ini merupakan hasil dari studi baru dari provinsi Shenzhen China yang diunggah pada situs MedRxiv pada Rabu (4/3/2020).

Tim peneliti yang dipimpin oleh peneliti dari Johns Hopkins Bloomberg School of Public Health dan Pusat Pengendalian dan Pencegahan Penyakit Shenzhen.

Menurut peneliti, penelitian in perkembangan dari studi sebelumnya yang mana menunjukkan anak-anak tampaknya tidak akan sakit oleh Covid-19.

Baca Juga: 2 Pasien Corona Dinyatakan Negatif, Tapi Masih Harus Diperiksa

Kemungkinannya karena anak-anak memiliki paru-paru yang lebih sehat daripada paru-paru orang dewasa; mereka tidak merokok dan terpapar polusi rendah.

Ilustrasi anak batuk, pilek dan demam. (Shutterstock)
Ilustrasi anak batuk, pilek dan demam. (Shutterstock)

Serta kerena orang dewasa lebih mungkin memiliki kekebalan tubuh yang lebih rendah terhadap penyakit pernapasan, ujar para peneliti yang melakukan studi sebelumnya.

Namun, penelitian baru menunjukkan anak-anak, pada kenyataannya, 'menangkap' virus corona pada tingkat yang sama dengan orang dewasa.

Temuan ini juga menunjukkan penyakit paling cepat menyebar di dalam keluarga, dengan 15% orang yang hidup dengan pasien kemudian terinfeksi virus juga.

Hal yang masih belum jelas adalah seberapa siap anak-anak, dengan gejala yang relatif ringan, menyebarkan penyakit kepada orang lain, terutama kepada orang tua yang rentan.

Baca Juga: Redam Epidemi Virus Corona, Irak Terima Bantuan China

"Itu salah satu pertanyaan penting yang tersisa saat ini, dan kami sedang berusaha mencari cara untuk menjawabnya," kata penulis studi Justin Lessler, seorang ahli epidemiologi penyakit menular di Johns Hopkins Bloomberg School of Public Health.

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI