Suara.com - Saat ini kasus pembunuh bocah 6 tahun di Sawah Besar oleh gadis ABG 15 tahun berinisial NF masih dalam tahap pemeriksaan kejiwaan. Proses pemeriksaan ini pun cukup menyita perhatian publik yang penasaran dengan kepribadian pelaku.
Psikolog Liza M Djapri, mengaku dirinya tidak mendiagnosis atau melakukan assesment kepada NF. Tetapi, Liza menduga NF memiliki gangguan skizofrenia dan psikopat berdasarkan kabar yang beredar.
Liza menduga NF mungkin psikopat melalui kabar bahwa pelaku berusaha memamerkan keahliannya yang termasuk kepribadian narsistik. Di sini NF seolah tertarik melihat orang mencari korban ketika ia berusaha menyembunyikannya di dalam lemari setelah membunuh.
Apalagi NF juga tidak memiliki rasa bersalah hingga berani menyerahkan diri ke kantor polisi. Perilakunya seolah ingin menunjukkan dan melihat respons orang tersebut.
Baca Juga: Ilmuwan Hong Kong: Wabah Virus Corona Tak Akan Berakhir Tahun Ini
"Mereka (psikopat) senang diperhatikan, diperhatikan polisi sama media, karena mereka memang ada daya narsistik, spotlight-nya ada di dia, diperhatikan. Jadi sebenarnya perhatian yang kita berikan satu Indonesia, justru memberikan insentif buat dia," ujar Liza saat dihubungi Suara.com, Senin (9/3/2020).
Sementara itu, Liza juga menduga NF skizofrenia melalui kabar bahwa pelaku melakukan tindakannya karena mendengar bisikan dari Tuhan. Hal ini seolah menunjukkan pelaku telah berhalusinasi.
Lalu, apakah orang skizofrenia lebih cenderung melakukan kekerasan, psikotik atau menjadi psikopat?
Sejauh ini gangguan skizofrenia memang sering dikaitkan sebagai kegilaan, seseorang yang kriminal, sadis, suka menyiksa dan membunuh orang yang berdaya. Tetapi, apakah itu benar?
Memang hubungan kuat antara perilaku kekerasan dan psikopat telah ditunjukkan pada populasi forensik nonpsikotik. Namun dilansir dari NCBI, hubungan antara psikopati dan perilaku kekerasan pada pasien skizofrenia belum sepenuhnya dieksplorasi.
Baca Juga: Cegah Dampak Virus Corona Covid-19, Ini Saran Ahli untuk Ibu Hamil!
Skor psikopati rata-rata lebih tinggi pada orang yang memiliki riwayat perilaku kekerasan daripada orang yang tidak pernah. Sebanyak 19 persen pasien memiliki skor melebihi batas untuk psikopati dan 50 persen masih berada di kisaran atau di bawah psikopat.