Demi Masa Depan Anak Indonesia, Yuk Sama-sama Berantas Stunting

M. Reza Sulaiman Suara.Com
Kamis, 05 Maret 2020 | 17:17 WIB
Demi Masa Depan Anak Indonesia, Yuk Sama-sama Berantas Stunting
anak sedih
Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

Suara.com - Demi Masa Depan Anak Indonesia, Yuk Sama-sama Berantas Stunting

Stunting kini tidak lagi dianggap sebatas masalah kesehatan. Pakar mengungkap, dampak stunting juga berpengaruh ke sektor sosial hingga ekonomi masyarakat.

Ketua Umum Indonesia Healthcare Forum (IndoHCF), Dr. dr. Supriyantoro, Sp.P, MARS, mengatakan kondisi gagal tumbuh yang dialami anak akibat stunting dapat mempengaruhi perkembangan fisik dan kognitifnya. Sehingga, berakibat pada tingkat kecerdasannya serta mudah terserang penyakit tidak menular ketika dewasa.

Hal ini membuat anak yang mengalami stunting berpotensi kehilangan produktivitas ketika dewasa.

Baca Juga: Stunting di Jateng Capai 34,3 Persen, Kemensos Maksimalkan Kartu Sembako

"Kami tidak ingin anak-anak Indonesia kalah bersaing dengan anak-anak negara lain. Kami ingin mereka menjadi manusia yang maju dan unggul. Indonesia sendiri telah memasuki Era Revolusi Industri 4.0. Jika tidak didukung sumber daya manusia yang sehat dan cerdas, maka sulit rasanya Indonesia mampu meningkatkan daya saing," ujarnya, dalam siaran pers yang diterima Suara.com.

Stunting adalah masalah kurang gizi dan nutrisi kronis yang ditandai tinggi badan anak lebih pendek dari standar anak seusianya. Beberapa di antaranya mengalami kesulitan dalam mencapai perkembangan fisik dan kognitif yang optimal seperti lambat berbicara atau berjalan, hingga sering mengalami sakit.

Data Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) menunjukkan, prevalensi balita stunting di tahun 2018 mencapai 30,8 persen di mana artinya satu dari tiga balita mengalami stunting. Indonesia sendiri, kata dia, merupakan negara dengan beban anak stunting tertinggi ke-2 di Kawasan Asia Tenggara dan ke-5 di dunia.

Supriyantoro menerangkan, stunting tidak hanya dialami keluarga miskin, namun juga mereka yang berstatus keluarga mampu atau berada. Stunting, kata dia, tidak hanya menganggu pertumbuhan fisik, namun juga terganggunya perkembangan otak. Penyebab masih tingginya angka stunting di Indonesia sangat kompleks.

Salah satu penyebabnya adalah kurangnya informasi pada masyarakat tentang pentingnya memperhatikan asupan gizi dan kebersihan diri pada ibu hamil dan anak dibawah usia dua tahun. Selain itu kurangnya pengetahuan tentang kesehatan dan gizi seimbang serta pemberian ASI yang kurang tepat.

Baca Juga: FKKMK UGM: Perlu Diterapkan Kebijakan Khusus untuk Masalah Stunting

Stunting hambat tinggi badan anak. (Shutterstock)
Stunting hambat tinggi badan anak. (Shutterstock)

Supriyantoro mengatakan, diperlukan analisis dan pendekatan gizi kesehatan masyarakat secara komprehensif untuk dapat secara efektif merancang program yang berbasis evidence dan berfokus pada pencegahan. Program tersebut, kata dia, perlu keterlibatan seluruh stakeholders dan sifatnya harus memberdayakan masyarakat.

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI