Fenomena Panic Buying, Psikolog Sosial: Rakyat Kurang Percaya Pemerintah

Rabu, 04 Maret 2020 | 11:39 WIB
Fenomena Panic Buying, Psikolog Sosial: Rakyat Kurang Percaya Pemerintah
Ilustrasi panic buying akibat virus corona (Pixabay/Skeeze)
Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

Suara.com - Fenomena panic buying sudah terjadi di beberapa wilayah di Indonesia. Barang yang paling dicari masyarakat sejak virus corona Covid-19 terdeteksi di negara ini, Senin (2/3/2020), adalah masker, hand sanitizer, hingga Alat Pelindung Diri (APD).

Seorang profesor psikologi di Universitas Hong Kong, Christian Chan, mengatakan, tingkat kecemasan yang terlihat dalam gelombang panic buying baru-baru ini mencerminkan kurangnya kepercayaan masyarakat terhadap pemerintah.

"Pernyataan dari mana Anda mendapatkan informasi, siapa yang dipercayai, adalah sesuatu yang telah kami tangani beberapa bulan terakhir. Kami telah melihat orang-orang jatuh ke dalam perangkap sumber berita yang meragukan," kata Chan, dilansir South China Morning Post, Rabu (4/3/2020).

Ia menambahkan, orang-orang perlu lebih mengerti tentang bagaimana mereka mendapatkan informasi dalam suatu kondisi krisis dan memilah asupan berita untuk menghindari perasaan panik.

Baca Juga: Marak Fenomena Panic Buying karena Corona, Ini Cara Meresponsnya!

"Masalahnya adalah kepercayaan pada pemerintah berada pada titik terendah... Pemerintah perlu membangun kembali kepercayaan itu," sambungnya.

Warganet protes panic buying (Twitter/praditautama)
Warganet protes panic buying (Twitter/praditautama)

Di sisi lain, seorang profesor psikologi sosial di University of Sussex di Inggris, John Dury, telah melakukan penelitian yang luas tentang psikologi dalam kerumunan atau kelompok.

Dury memperingatkan, nasihat 'jangan panik' dinilai lebih buruk dari tidak berguna.

Menurutnya, saran seperti itu didasarkan pada ketidakpercayaan pemerintah terhadap masyarakat. Pada akhirnya hal ini 'menabur' ketidakpercayaan karena ini dianggap menunjukkan 'pemerintah menahan atau menutupi sesuatu dari publik'.

"Referensi 'kepanikan' berisiko menciptakan ketidakpercayaan di masyarakat itu sendiri. Ketika pemerintah dan media memberitakan tetangga [melakukan] panic buying, kita membayangkan orang-orang di sekitar bertindak secara individual, [karena mereka] bergegas menimbun barang untuk diri mereka sendiri," lanjut Dury.

Baca Juga: Fenomena Panic Buying Akibat Virus Corona Covid-19, Apa Tanggapan Psikolog?

Itulah sebabnya, tambah Dury, pemberitaan tentang panic buying mendorong lebih banyak orang untuk melakukannya juga, yang tujuannya untuk melindungi diri sendiri.

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI