Fenomena Panic Buying Akibat Virus Corona Covid-19, Apa Tanggapan Psikolog?

Rabu, 04 Maret 2020 | 08:47 WIB
Fenomena Panic Buying Akibat Virus Corona Covid-19, Apa Tanggapan Psikolog?
Seorang pelanggan apotek melintasi pintu masuk yang terdapat tulisan masker kosong di Apotek Jalan Sultan Agung, Umbulharjo, Yogakarta, Senin (2/3/2020). [Suarajogja.id / M Ilham Baktora]
Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

Suara.com - Sejak pemerintah mengumumkan virus Corona baru Covid-19 sudah masuk ke Indonesia, Senin (2/3/2020), masyarakat seketika menjadi panik hingga melakukan panic buying.

Sebenarnya, fenomena ini tidak hanya terjadi di Indonesia saja. Di negara lain yang juga terindikasi adanya kasus virus corona pun warganya melakukan hal yang sama, tak terkecuali AS.

Barang-barang yang tentunya menjadi sasaran adalah masker serta hand sanitizer.

Menurut psikolog klinis Hong Kong, Dr Cindy Chan, fenomena panic buying ini terjadi akibat orang-orang berusaha mendapatkan rasa kontrol.

Baca Juga: Update Corona Covid-19: Sembuh 48.587 Jiwa , Meninggal 3.168 Jiwa

Ada begitu banyak faktor yang menganggu seputar wabah Covid-19, sehingga orang-orang merasa mereka kehilangan kendali atas hidup mereka.

Warganet protes panic buying (Twitter/Donny_ibnu)
Warganet protes panic buying (Twitter/Donny_ibnu)

"Orang-orang merasa mereka perlu kontrol, jadi mereka pergi keluar dan membeli barang-barang dan merasa mereka melakukan apa yang mereka bisa untuk diri mereka sendiri, mendapatkan rasa kontrol. Ini adalah fenomena pemikiran kelompok, mentalitas kelompok," tuturnya, dilansir South China Morning Post, Rabu (4/3/2020).

Dari perspektif ilmu saraf, ketika seseorang menghadapi ancaman seperti Covid-19, bagian otak yang memproses rasa takut dan emosi (amygdala) sudah terlalu aktif. Aktivasi tinggi ini mematikan pemikiran rasional untuk sementara waktu.

"Kita tidak dapat bernalar secara rasional, kita lebih mudah dipengaruhi oleh pemikiran kelompok, perilaku kita menjadi lebih irasional," sambungnya.

Di sisi lain, ada bukti yang mengungkap bahwa fokus pada pembelian barang-barang ini merupakan reaksi perilaku terhadap perilaku stres dan ketidakpastian.

Baca Juga: Hits: Masker Bedah Rp 15 Juta, Nenek 98 Tahun Sembuh dari Corona Covid-19

"Anggap saja sebagai bentuk terapi ritel, alih-alih membelanjakan pakaian terkini, konsumen membeli produk yang dibutuhkan terkait dengan penyelesaian masalah, yang dapat meningkatkan rasa kontrol mereka," tulis asisten profesor Organisational Behaviour di INSEAD, Andy J Yap, dalam laman knowledge.insead.edu.

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI