Tantangan Break Skull Kembali Makan Korban, Remaja Pria Alami Gegar Otak

Rabu, 26 Februari 2020 | 17:25 WIB
Tantangan Break Skull Kembali Makan Korban, Remaja Pria Alami Gegar Otak
Ilustrasi aplikasi TikTok. [Shutterstock]
Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

Suara.com - Tantangan Skull Breaker beberapa waktu ini tengah populer di kalangan pengguna TikTok. Tantangan ini mengharuskan seseorang melompat di tengah-tengah dua orang yang akan menjegal kaki orang yang melompat tersebut hingga terjatuh.

Meski ini bertujuan untuk menghibur, sayangnya risiko yang dipertaruhkan tidak lah sepadan.

Seorang lelaki bernama Ke'Avion Hearn, dari Pine Bluff, Arkansas, harus dilarikan ke rumah sakit setelah mengalami cedera setelah melakukan tantangan ini.

Ke'Avion mengatakan dirinya dibujuk oleh kedua temannya untuk melakukan tantangan ini.

Baca Juga: Tak Cuma Hiburan, 3 Perawat Ini Ubah TikTok Jadi Wadah Edukasi

"Aku melompat dan mereka secamam menendang kakiku sehingga aku tidak bisa mendarat (di lantai). Yang aku ingat adalah berada di lantai" tutur Ke'Avion dilansir Daily Mail, Rabu (26/2/2020).

Remaja lelaki ini pun pingsan dan langsung dilarikan ke rumah sakit setempat di mana ia didiagnosis menderita gegar otak.

Korban skull breaker challenge (Facebook/Kimberly Hearn)
Korban skull breaker challenge (Facebook/Kimberly Hearn)

Ibunya, Kimberly Hearn, mengatakan putranya harus dirawat di rumah sakit selama tujuh jam.

"Dia tidak pantas mendapatkannya. Tidak ada anak yang pantas untuk itu," ujar Kimberly.

Sebenarnya, Ke'Avion bukanlah korban pertama dari tantangan ini.

Baca Juga: Heboh Tantangan Skull Breaker di TikTok, Pakar Peringatkan Risikonya!

Semakin populer tantangan ini semakin membuat profesional medis khawatir semua orang akan mengesampingkan keselamatannya hanya demi tantangan.

Menurut Nicole Beurkens, seorang psikolog klinis mengatakan remaja berada dalam tahap di mana hubungan antar teman sebaya dan lingkungannya dinilai sangat penting bagi mereka daripada memikirkan risikonya.

"Mereka juga berhadapan dengan interaksi sosial yang lebih kompleks pada saat korteks prefontal mereka (bagian otak yang bertanggung jawab atas pemikiran tingkat tinggi, pengambilan keputusan dan kendali impuls) belum sepenuhnya berkembang," jelas Nicole.

Karena itulah, menurutnya, banyak remaja tidak memperhitungkan konsekuensi atau risiko dari tantangan di TikTok.

"Mungkin ada pula optimisme yang membuat orang percaya bahwa hal-hal buruk tidak akan terjadi pada mereka. Bahkan mereka sudah mengetahui risikonya sangat berbahaya," tandas Nicole.

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI