Suara.com - Kasus DBD Naik, Benarkah Nyamuk Aedes Aegepty Sudah Tak Mempan Fogging?
Di tengah wabah virus Corona Covid-19 yang mengancam dunia, Indonesia sedang menghadapi penyakit menular endemis yang mengalami peningkatan kasus, yakni demam berdarah dengue (DBD).
Selama ini, fogging digunakan sebagai cara untuk mencegah pertumbuhan nyamuk Aedes Aegepty, terutama di daerah perumahan dan sekolah. Namun pakar mengatakan, ada kecenderungan fogging tak lagi seefektif dulu untuk mematikan nyamuk dan jentik nyamuk. Benarkah?
Kepala Dinas Kesehatan Gunungkidul, dr Dewi Irawaty mengatakan, upaya preventif harus dilakukan semua pihak untuk mencegah kasus DBD, terutama masyarakat. Upaya pemberantasan sarang nyamuk (PSN) dengan gerakan 3M plus, menguras, menutup dan mengubur barang bekas terutama yang berbentuk cekung ditambah dengan abatisasi, memelihara ikan kecil agar bisa memakan jentik nyamuk, dan pemeriksaan jentik secara berkala harus dilakukan.
Baca Juga: Di Tengah Isu Corona, Indonesia Juga Diterpa Peningkatan Kasus DBD
Namun ia mengakui jika hal yang masih mengganggu saat ini adalah persepsi masyarakat yang selalu mengharapkan fogging ketika ada penderita demam berdarah di wilayah mereka. Padahal fogging adalah pilihan terakhir karena memiliki dampak buruk bagi lingkungan. Selama ini masyarakat masih banyak menganggap fogging cara ampuh memberantas nyamuk.
"Padahal enggak. Itu cuma tiga hari, itu seperti menyemprotkan obat nyamuk," terang Dewi kantornya, Senin (17/2/2020).
Dampak lain yang ditimbulkan, nyamuk aedes aegepty menjadi lebih tahan ketika dilakukan fogging. Sebelumnya Dinas Kesehatan menggunakan obat malation untuk fogginng namun ternyata sudah kebal.
Kemudian menggantinya lagi dengan obat supermetrik dan kini sudah ada nyamuk yang mulai kebal lagi. Sehingga saat ini pihaknya sudah memakai obat Alfasupermetri yang dosisnya paling tinggi.
Pihaknya mencatat setelah sempat menyentuh angka 1.154 penderita di tahun 2016, 228 penderita di tahun 2017, 124 kasus di tahun 2018 dan akhirnya naik di tahun 2019 karena mencapai 576 kasus demam berdarah.
Baca Juga: Pria Ini Cosplay Fogging, Nyamuk Nggak Kabur Malah Ngakak
Angka 576 kasus demam berdarah di wilayah ini tergolong sudah tinggi. Dan tahun 2020 ini pihaknya memperkirakan jumlah penderita DBD akan mengalami naik namun berapa prosen kenaikannya, Dewi mengaku sulit untuk memprediksinya.
"Kita prediksi naik tetapi harapannya tidak melambung," tutur Dewi.
Tanda-tanda adanya kenaikan penderita demam berdarah tersebut sudah terlihat mulai awal tahun. Di mana bulan Januari kemarin Dinas Kesehatan mencatat jumlah penderita penyakit Demam Berdarah di Gunungkidul mencapai 139 kasus dan di bulan Februari ada 33 orang. Tahun lalu, jumlah fatalitas sebenarnya hanya 1 orang dan tahun ini juga 1 orang.
Oleh karenanya, pihaknya mewaspadai siklus 4 tahun Demam Berdarah. Di mana akan ada kenaikan penderita di tahun keempat. Meskipun sejatinya siklus 4 tahun ataupun 5 tahun Demam Berdarah ini sudah tidak berlaku lagi karena sulit untuk diprediksi. Terlebih kondisi alam sekarang ini sudah tidak menentu lagi sehingga sulit diprediksi.
"Biar bagaimanapun kita tetap berupaya menahan laju peningkatan jumlah penderita DBD tahun ini," tutupnya.
Kontributor : Julianto