Suara.com - Fakta Ilmiah Dibalik Perasaan Cinta, Benarkah Cuma Pengaruh Hormon?
Cinta merupakan salah satu emosi paling kuat yang dirasakan manusia. Frasa rela melakukan apa saja demi cinta bukan omong kosong. Seseorang relah letih, capek, bahkan melakukan kejahatan demi rasa cinta kepada orang lain.
Cinta sering didefinisikan sebagai perasaan kasih sayang yang kuat atau konstan. Tetapi apakah Anda tahu bahwa itu juga merupakan proses fisik di otak yang dipicu oleh hormon yang disebut oksitosin?
Ya, para ahli mengatakan ada interaksi yang sangat kompleks antara hormon dan perilaku kita. Oksitosin, atau yang juga lazim disebut hormon cinta, bisa membuat Anda melakukan hal-hal tak terduga.
Baca Juga: Masih Cinta, Lelaki Ini Tidur dengan Mayat Istri Selama 16 Tahun
"Ketika seseorang tersenyum tulus kepada Anda, otak Anda segera merasakan ketulusan dan memerintahkan kelenjar pituitari posterior Anda untuk melepaskan oksitosin, yang merupakan hormon vital yang terlibat dalam interaksi sosial dan ikatan pada manusia," kata Dr. Cagri Gulumser, seorang dokter kandungan yang praktik di ibu kota Turki, Ankara, dilansir Anadolu Agency.
Cagri mengatakan bahwa apa yang umumnya orang gambarkan sebagai daya tarik atau 'getaran positif' sebenarnya adalah pertukaran oksitosin yang membuat orang merasakan emosi satu sama lain. Emosi yang muncul ini di antaranya adalah kebahagiaan, rasa sakit, dan cinta.
Oksitosin disebut sebagai protein dan nanopeptida yang bertindak sebagai hormon sekaligus sebagai neurotransmitter.
Sebenarnya peran oksitosin dalam kehidupan kita jauh lebih besar daripada sebatas senang dan bahagia atas pasangan. Hormon ini menurut pakar, memengaruhi semua jenis hubungan sosial.
Dalam sebuah wawancara dengan Australian Broadcasting Corporation (ABC), Larry Young, profesor neurobiologi perilaku sosial di Emory University Atlanta, mencontohkan sebuah eksperimen pada tikus yang disebut 'prairie voles'.
Baca Juga: Menikah karena Cinta, Pangeran William Belajar dari Masa Lalu Ayahnya
Selama percobaan, tikus yang diberikan oksitosin membentuk semacam kecanduan pada pasangannya.
"Menindaklanjuti percobaan kami pada hewan, orang-orang mulai bertanya, apa yang terjadi jika Anda memberikan oksitosin kepada manusia? Dan studi awal menemukan bahwa itu membuat orang lebih sering melihat ke mata dan ke wajah," urai Young.
Young mengatakan oksitosin menarik perhatian mereka pada isyarat sosial dan membantu mereka membaca emosi orang lain.
"Bahkan ada data yang menunjukkan bahwa oksitosin bertindak di area otak yang sama seperti pada masa kecil kita untuk membuat pasangan kita menjadi lebih menarik bagi kita. Hormon itu tidak hanya terlibat dalam ikatan, tetapi juga benar-benar menyesuaikan diri dengan dunia sosial di sekitar kita," tutupnya. [Anadolu Agency]