Sindrom Patah Hati Terkait dengan Kanker dan Stres, Ini Kata Peneliti!

Sabtu, 15 Februari 2020 | 11:53 WIB
Sindrom Patah Hati Terkait dengan Kanker dan Stres, Ini Kata Peneliti!
Patah hati. (Shutterstock)
Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

Suara.com - Sindrom patah hati merupakan suatu penyakit yang bisa menyebabkan jantung melemah sementara waktu. Studi tahun 2019 telah mengaitkan kondisi ini dengan reaksi otak terhadap stres.

Sebuah artikel dalam European Heart Journal, para peneliti Swis telah menemukan hubungan antara cara otak berkomunikasi dengan jantung dan sindrom patah hati yang disebut sindrom takotsubo (TTS).

TTS adalah kondisi langka yang melemahkan ventrikel kiri dan mengganggu fungsi pemompaan jantung. Tetapi, kondisi langka ini hanya terjadi sementara.

Ahli ilmu saraf dan ahli jantung Swiss melalui penelitiannya pun telah melakukan pemindaian otak MRI pada 15 pasien TTS. Sebanyak 15 pasien ini sudah didiagnosis sekitar setahun lalu dan mereka membandingkannya dengan pemindaian 39 orang sehat.

Baca Juga: Sebut Virus Corona Masuk ke Medan, Pria Ini Sedang Dicari Pihak Rumah Sakit

Secara khusus, mereka melihat 4 area otak yang mengendalikan emosi, motivasi, pembelajaran, memori dan berbagi informasi lainnya. Adapun 2 daerah yang mereka analisis, yakni amigdala dan cingulate gyrus yang mengendalikan sistem saraf otonom dan fungsi jantung.

"Kami menemukan bahwa pasien TTS mengalami penurunan komunikasi antara daerah otak yang terkait dengan pemrosesan emosional dan sistem saraf otonom, yang mengontrol kerja tubuh tanpa disadari, dibandingkan orang sehat," kata Christian Templin, penulis penelitian dan profesor kardiologi di University Hospital Zurich dikutip dari Fox News.

Ilustrasi sindrom patah hati(shutterstock)
Ilustrasi sindrom patah hati(shutterstock)

Awalnya, mereka mengidentifikasi korelasi antara perubahan aktivitas fungsional di area otak tertentu dengan TTS. Mereka menemukan stres emosional dan fisik yang terkait dengan TTS.

Namun, peneliti tidak bisa menentukan penurunan komunikasi antara otak dan jantung yang menjadi penyebab TTS atau karena mereka tidak memiliki scan MRI dari otak pasien TTS saat mengembangkan kondisi tersebut.

Peneliti pun berharap riset ini menemukan bahwa sindrom patah hati jelas melibatkan interaksi antara otak dan jantung. Adapun gejala TTS, meliputi nyeri dada dan sesak napas yang mirip dengan serangan jantung.

Baca Juga: Psikiater Ungkap Alasan Jadi Transgender, Virus Corona Tewaskan 1.491 Orang

"Terkait penyakit sindrom patah hati, ada sejumlah besar stres dan semua hormon stres yang ada di kepala dilepaskan ke dalam tubuh. Hal itu akan memengaruhi kondisi jantung," kata dr. Suzanne Steinbaum, seorang ahli jantung.

Penelitian oleh Journal of American Heart Association, juga mencatat bahwa 6 penderita TTS juga memiliki beberapa bentuk kanker dan lebih kecil kemungkinannya untuk bertahan hidup selama 5 tahun setelah didiagnosis.

Karena itu, ahli onkologi dan hematologi harus mempertimbangkan bahwa pasien yang didiagnosis kanker atau menjalani pengobatan nyeri dada dan sesak napas mungkin juga mengalami sindrom patah hati.

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI