Biasanya, para transgender akan merasa menjadi dirinya yang seutuhnya dan sebenarnya ketika mengubah jenis kelaminnya. Sama halnya seperti pergaulan cisgender, pergaulan transgender sendiri tentu berbeda-beda.
Cisgender sendiri adalah orang yang memiliki identitas gender yang sama dengan jenis kelamin saat lahir. Para transgender akan menjalani kehidupan seperti cisgender atau manusia pada umumnya setelah melakukan perubahan kelamin.
"Setelah mengubah jenis kelaminnya, para transgender berharap bisa merasa lebih baik, lebih tenang, dan lebih damai karena sudah menjadi dirinya secara utuh," terangnya lagi,
Dampak yang dirasakan transgender setelah mengubah jenis kelamin tentu berbeda-beda. Ada yang mengalami bullying, stres, dan mungkin juga depresi. Nah, gangguan jiwa seperti depresi inilah yang membutuhkan terapi, bukan karena keinginan mengganti jenis kelaminnya.
Baca Juga: Terapi Hormon Transgender Bisa Pengaruhi Kesehatan Mental, Benarkah?
"Sekali lagi, transgender itu sendiri bukan merupakan penyakit yang harus dilakukan terapi. Namun, mungkin dalam prosesnya, para transgender akan menjadi terbuka tentang transgender-nya dan mengalami penolakan atau ejekan atau hinaan yang bisa berdampak pada mentalnya sendiri. Pastinya, transgender akan merasa tidak nyaman saat masyarakat menghakimi atau mengejeknya," ungkapnya lagi.
Jika Anda mengenal seseorang yang melakukan operasi penggantian kelamin atau seorang transgender, maka Alvina berpesan agar tetap memperlakukannya seperti manusia lain yang memiliki hak asasi.
"Masyarakat juga bisa membantu mengarahkan transgender untuk datang kepada tenaga profesional bila ia mengalami kebingungan tentang kondisi dirinya," tutup Alvina.