Suara.com - Peneliti: Indonesia Butuh Lebih Banyak Studi Tentang Rokok Elektrik
Pro-kontra tentang rokok elektrik dan vape hangat dibicarakan. Rokok elektrik diklaim memiliki manfaat untuk membantu berhenti merokok, namun justru mendapat tentangan dari ahli kesehatan.
Untuk itu, dibutuhkan lebih banyak penelitian dan studi tentang rokok elektrik di Indonesia. Sebab, penelitian rokok elektrik masih sangat sedikit dan tidak berasal dari sumber yang dapat dibuktikan secara metodologis.
"Penelitian mengenai rokok elektrik dapat dilakukan dengan metode yang lebih tepat, seperti penelitian uji emisi aldehid dari rokok elektrik di laboratorium, sebaiknya dilakukan dengan kondisi yang sesuai dengan yang digunakan oleh vaper," tutur drg. Amaliya, peneliti dari Universitas Padjajaran dan co-founder Yayasan Pemerhati Kesehatan Publik, dalam keterangannya kepada wartawan.
Baca Juga: 77 Persen Pemakai Rokok Elektrik di AS Disebut Pakai Liquid Berbahan Ganja
Salah satunya menurut Amaliya, penggunaan alat vaping generasi 1 atau 2 yang tidak dipakai lagi. Hal ini bertolak belakang dengan kondisi nyata, karena suhu yang dihasilkan alat tersebut terlalu panas sehingga menyerupai pembakaran, interval puff atau isapan yang terlalu dekat waktunya dan cairan yang digunakan melebihi jumlah konsumsi per hari, sehingga menghasilkan emisi aldehid yang tinggi.
"Peneliti harus melakukan observasi terlebih dahulu pada pengguna vape, bagaimana kebiasaan dan kondisi apa yang tepat yang bisa disimulasikan di laboratorium sehingga mendekati kondisi nyata penggunaan vaping, hal ini telah dianalisis oleh peneliti Dr Farsalinos dkk (2018) dan telah dipublikasikan pada Food and Chemical Toxicology," terangnya.
Sebagai perbandingan, sebuah studi yang didukung oleh National Institute for Health Research and Cancer Research UK membuktikan bagaimana rokok elektrik dapat menjadi terapi untuk berhenti merokok.
Studi yang dilakukan di Inggris tersebut dimulai pada April 2015 dan berakhir pada Maret 2018. Penelitian ini bertujuan melihat tingkat pantang yang tervalidasi secara biokimia selama 12 bulan pada perokok yang menggunakan rokok elektrik dibandingkan dengan terapi pengganti nikotin (NRT).
Partisipan penelitian berjumlah 886 orang yang berusia 18 tahun ke atas dan merupakan perokok aktif yang sedang mengikuti program berhenti merokok. Peneliti membagi separuh dari total partisipan untuk menggunakan rokok elektrik, dan separuhnya lagi menggunakan produk pengganti nikotin (seperti nicotine patch dan permen karet nikotin).
Baca Juga: Rokok Elektrik Tuai Kontroversi, Ini Jawaban Juul Labs Indonesia
Semua partisipan studi mendapatkan layanan konseling individual setiap minggu selama empat minggu. Setelah setahun, pengurangan rokok akan terbukti dengan mengukur banyaknya karbon monoksida yang dihirup.