Suara.com - Dua Metode Ini Jadi Cara Indonesia Deteksi Virus Corona, Apakah Akurat?
Indonesia menjadi perhatian karena hingga saat ini, belum melaporkan adanya kasus virus Corona Wuhan positif. Padahal, penyakit ini telah menginfeksi lebih dari 40.000 orang di dunia, dan menewaskan hingga 910 orang.
Sekretaris Ditjen P2P Kementerian Kesehatan RI, dr. Achmad Yurianto berseloroh, baiknya masyarakat tidak kecewa dengan posisi Indonesia yang masih zero positif virus novel corona.
Baca Juga: Kemenkes Bantah Enam WNI dari Singapura di Batam Suspect Virus Corona
"Penting pertama, jangan kecewa kita beluk ada (positif virus corona). Ini virus baru yang sedang diteliti. Sejauh ini dari profil negara tetangga yang positif, kita lihat ternyata kontaknya dari daratan utama China. Mereka pulang dari sana. Sampai di negaranya mulai gejala muncul," kata lelaki yang akrab disapa Yuri tersebut.
Di Jakarta, Kementerian Kesehatan RI mengungkapkan bagaimana proses deteksi virus sebenarnya sudah bisa dilakukan. Hanya saja, hasil yang dikeluarkan akan memakan waktu berhari-hari.
Kini Kementerian Kesehatan bersama tiga institusi yang terlibat dalam pendeteksian virus corona di Indonesia, mengklaim bahwa Indonesia memiliki dua metode mendeteksi virus yang memiliki nama sementara 2019-nCoV tersebut.
Metode pertama adalah sequencing virus menggunakan pan corona. "Pan corona itu reagen untuk memeriksa apakah ini corona atau bukan. Kita tahu jenis corona itu banyak. Kita periksa dengan ini dulu sebagai saringan besarnya," tambah Yuri.
Sendainya hasil sequencing pan corona virus menunjukan hasil positif, maka tindakan selanjutnya adalah kembali melakukan sequencing atau mengurut specimen apakah sesuai dengan sampel virus 2019-nCoV yang sudah didapatkan Pemerintah Indonesia dari CDC Atlanta.
Baca Juga: Kemenkes Ungkap Alasan Indonesia Masih Bebas Corona, Jangan Diragukan!
Metode kedua adalah PCR Virus atau Polymerase Chain Reaction. Metode yang sama telah digunakan oleh Singapura dan Australia. Jika sequencing atau pengurutan pan corona memerlukan waktu berhari-hari, maka metode PCR berlangsung lebih cepat dan hasilnya dapat keluar di hari yang sama.
"Kalau metode sebelumnya butuh waktu tiga hari, kalau metode ini pilihannya novel corona atau bukan, itu saja. Kalau bukan novel corona, hasilnya negatif sekalipun itu jenis corona yang lain. Dua metode ini kita gunakan bersamaan."
Hingga Selasa, (9/2) pukul 17:00 WIB, Kemenkes telah menerima 62 spesimen dengan hasil akhir 59 dinyatakan negatif dan tiga spesimen lainnya masih dalam observasi.
Dari 62 spesimen yang negatif, salah satunya adalah suspect anak berkewarganegaraan China yang ada di RSUP Kadou Manado, Sulawesi Utara.
Dari spesimen yang ada, Yuri mengklaim bahwa rerata pasien mantan suspect virus novel corona yang ada di Indonesia mengidap flu musiman.
"Dari sekian banyak sampel, itu tidak ada satupun yang lolos dari pemeriksaan pan corona. Jadi bukan (novel) corona. Sebagian besar ini adalah flu musiman di kita yaitu birus H1N1."
Lalu saat disinggung media mengenai ucapan representatif WHO yang secara tersirat mengatakan ragu dengan kemampuan Indonesia mendeteksi virus novel corona, Yuri punya jawabanya.
"Itu WHO yang mana? Setiap hari kita laporan kok. Tiap hari kita dapat informasi dari mereka. Makanya pertanyaan saya WHO gang berapa? Kalau mau jelas, tanya saja ke kantor WHO. Kami tidak perlu menanggapi. Biarlah orang lain meragukan kita, yang penting kita yang kerja," tutupnya.