Suara.com - Saat ini, berbagai negara telah mengampanyekan Sustainable Feminine Hygiene, sebuah ajakan untuk lebih bijak menggunakan produk kewanitaan dari bahan atau materi ramah lingkungan.
Produk tersebut juga harus memiliki dampak kimia yang lebih rendah terhadap lingkungan serta tubuh penggunanya, isu ini juga datang dari para penggiat zero-waste lifestyle.
Kampanye ini didasari oleh pentingnya kebersihan dan kesehatan organ reproduksi perempuan serta dampak lingkungan dari penggunaan produk kewanitaan saat menstruasi.
Berdasarkan data dari Harvard Technology Publication 2016 diperkarakan setiap tahun terdapat 45 milyar pembalut dan tampon yang digunakan oleh perempuan dunia dan menghasilkan 3,2 juta sampah.
Baca Juga: Jauhkan Narkoba ! Jaga Kesehatan Reproduksi Wanita !
"Saat ini tren penggunaan produk kewanitaan yang sustainable juga sudah mulai berkembang di Indonesia misalnya dengan adanya kesadaran untuk menggunakan menstrual cup serta reusable sanitary pads," kata dokter Spesialis Obstetri dan Ginekologi, dr. Dinda Derdameisya, dalam siaran pers Andalan Feminine Care.
Namun, katanya, hal yang perlu ditingkatkan adalah menjaga perilaku dan merawat kebersihan organ kewanitaan dengan baik.
Salah satu tanda organ intim kurang sehat adalah keputihan. Di Indonesia, sekitar 90% perempuan berpotensi mengalami keputihan, bahkan 31,8% gejala keputihan dialami oleh remaja putri.
"Apabila tidak dijaga dengan baik, area kewanitaan yang tidak bersih dapat memengaruhi kesehatan organ reproduksi. Seperti infeksi yang disebabkan oleh jamur, virus, bakteri dan parasit, hingga berujung pada candidiasis, trichomoniasis, bacterial vaginosis, sampai yang terparah seperti kanker serviks, tumor, serta kelainan vagina" ujar dr. Dinda melanjutkan.
Baca Juga: Di Jogja Putri Mahkota Denmark Bicara soal Kesehatan Reproduksi pada Remaja