Suara.com - WNI di China Bakal Dijemput Pemerintah, Kemenkes Jelaskan Teknis Karantina
Presiden Joko Widodo baru saja memutuskan untuk mengevakuasi WNI yang dikarantina karena wabah virus corona di Wuhan, Provinsi Hubei, China.
Keputusan ini diambil usai berdiskusi bersama jajaran menteri terkait antara lain, Menteri Luar Negeri, Menteri Kesehatan, Mensesneg, Menkum HAM, Menparekraf, dan kepala BNPB di Halim Perdanakusuma Jakarta, Kamis (30/1/2020) sore tadi.
Di saat bersamaan Direktur Jenderal Pencegahan dan Pengendalian Penyakit (Dirjen P2P) Kemenkes RI dr. Anung Sugihantono, M. Kes mengaku sudah memberikan edaran pengetahuan tentang pedoman penanganan Novel Coronavirus (nCoV) .
Baca Juga: Jokowi Libatkan TNI untuk Evakuasi WNI di Wuhan, Ini Alasannya
"Nah saya sudah mengedarkan tentang pedoman penanganan novel coronavirus, PUO (people under observation) itu orang di bawah pemantauan, suspect pasien di bawah pengawasan," ujar Anung di Kemenkes, Kuningan, Jakarta Selatan, Kamis (30/1/2020).
Jadi kata dia, saat WNI yang baru tiba dari wilayah epidemi virus corona dalam hal ini Wuhan, China, maka tatalaksananya diberikan health alert card atau kartu kewaspadaan kesehatan, yaitu kartu yang diberikan kepada tersangka penderita penyakit karantina atau mempunyai riwayat kontak dengan penderita.
Sehingga apabila ia menunjukkan gejala atau tanda penyakit, akan mudah melakukan karantina.
"Maka pada saat mendarat kita lakukan sama dengan memberikan health alert card. Pasien dengan pengawasan masuk ke dalam karantina atau isolasi," papar Anung.
Maksud karantina dan isolasi di sini, para WNI yang tiba apabila harus dilakukan karantina, ia tetap boleh melakukan kegiatan, tapi tidak boleh berinteraksi sosial dengan yang lainnya, yang artinya tetap dirawat di tempat khusus seperti misalnya asrama haji.
Baca Juga: Ahli Sebut Lelaki Lebih Rentan Terinfeksi Virus Corona Wuhan, Apa Sebabnya?
Sedangkan bagi WNI yang harus diisolasi, ia benar-benar harus berada dalam ruangan khusus dan dilakukan pemantauan selama 24 jam, setiap hari sampai mendapat status konfimasi apakah ia positif atau negatif corona.
"Kalau karantina masih bisa hidup di luar tapi enggak boleh interaksinya kalau isolasi harus berada dan dirawat di ruangan khusus serta pemantauan 24 jam," jelasnya.
Sedangkan untuk teknis karantina kata Anung, bisa dilakukan dengan metode pengelompokkan dan pemisahan mereka yang bergejala dan tidak bergejala, lalu dipantau dan diawasi.
"Kalau seandainya akan pulang, tergantung proses evakuasinya. Kalau satu pesawat penuh dengan orang kita dan sudah dipisahkan orang dengan pemantauan atau pengawasan maka mudah dikelompokkan," imbuhnya.
"Misalnya sehat, dititipkan saja di asrama haji dengan catatan tidak boleh ada yang masuk selama satu kali masa inkubasi 1 samai 14 hari, atau 2 sampai 10 hari," tutupnya.