FKKMK UGM: Perlu Diterapkan Kebijakan Khusus untuk Masalah Stunting

Senin, 27 Januari 2020 | 17:22 WIB
FKKMK UGM: Perlu Diterapkan Kebijakan Khusus untuk Masalah Stunting
Press Conference penelitian keadilan sosial dan pelayanan kesehatan JKN (HiMedik/Shevinna Putti)
Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

Suara.com - Pusat Kebijakan dan Manajemen Kesehatan (PKMK) Fakultas Kedokteran Kesehatan Masyarakat dan Keperawatan FKKMK UGM memberi tahu hasil penelitiannya terkait Stunting dan Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) yang berkeadilan di Gedung Penelitian dan Pengembangan FKKMK UGM pada Senin, (27/1/2020).

Menurut PKMK FKKMK UGM, stunting perlu mendapat perhatian khusus dari kebijakan pemerintah. Karena, pemerintah telah menetapkan stunting sebagai salah satu isu kesehatan prioritas selain JKN.

Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) pun memiliki batas toleransi kasus gizi buruk bagi suatu negara, maksimal 20 persen dari jumlah keseluruhan balita dan kasus stunting di Indonesia telah melebihi batas tersebut.

Hasil Riskesdas 2013 dan 2018 menunjukkan adanya penurunan prevalensi stunting di Indonesia. Namun, pemerintah tetap meneruskan program nasional percepatan penanggulangan stunting karena penurunan ini belum merata ke semua wilayah.

Baca Juga: Dampak Virus Corona, PBSI Batal Kirim Pemain ke China Masters 2020

Khususnya daerah dengan sumber daya terbatas dan hambatan dari segi akses, ternyata masih memiliki prevalensi stunting yang tinggi.

Penelitian mengenai keadilan sosial dan pelayanan JKN (HiMedik/Shevinna Putti)
Penelitian mengenai keadilan sosial dan pelayanan JKN (HiMedik/Shevinna Putti)

Stunting sendiri mencerminkan kondisi gagal tumbuh terutama pada periode seribu hari pertama kehidupan. Sehingga berat badan anak cenderung sulit naik karena kurangnya asupan makanan bergizi dan jatuh sakit berulang.

Digna Purwaningrum, peneliti dari PKMK FKKMK UGM pun mengatakan berat badan anak yang tidak naik dalam jangka waktu panjang merupakan ssalah satu tanda stunting.

"Skrining awal stunting didiagnosis dari tinggi badan, tapi itu hanya bersifat dugaan. Kondisi ini perlu ada pemeriksaan dari profesional kesehatan," kata Digna Purwaningrum dalam press conference mengenai JKN di Gedung Penelitian dan Pengembangan FKKMK UGM pada Senin, (27/1/2020).

Digna Purwaningrum mengatakan jika berat badan anak tidak mengalami kenaikan selama 3 bulan berturut-turut, sebaiknya orangtua segera membawa ke rumah sakit. Sehingga dokter spesialis anak akan mengetahui anak mengalami stunting atau tidak.

Baca Juga: Virus Corona, Kondisi Terkini Perempuan China yang Diisolasi di RSUD Jambi

Adapun dampak stunting meliputi spektrum yang sangat luas, seperti penurunan kualitas sumber daya manusia akibat menurunkan kualitas kognitif hingga penurunan produktivtas kerja.

Stunting juga berhubungan dengan peningkatan risiko obesitas pada usia dewasa dan penyakit degeneratif pada usia lanjut.

Stunting hambat tinggi badan anak. (Shutterstock)
Stunting hambat tinggi badan anak. (Shutterstock)

Masalah terkait gizi di masa mendatang sebenarnya masih bisa dicegah. Karena itu, ada rekomendasi penyelesaian masalah stunting dari PKMK, seperti penangan community based approach.

Penanganan masalah gizi perlu dilakukan melalui pendekatan individual dengan konseling gizi di Puskesmas. Tetapi, sekarang masih ada beberapa puskesmas yang tidak memiliki petugas gizi terlatih untuk memberikan konseling.

Pendekatan secara lebih luas adalah pendekatan komunitas. Sebagian program gizi masyarakat sudah disampaikan melalui pendekatan ini.

Namun, pendekatan ini cenderung bertumpu pada sosok kader yang mengelola program dengan bimbingan puskesmas. Padahal sosok kader sendiri cenderung memiliki banyak tugas dari satu program sehingga menjadi beban berlebih dan tidak fokus.

Dalam hal ini, perlu ada inovasi yang disesuaikan dengan konteks lokal masing-masing daerah. Karena, inovasi adalah kunci suksesnya pendekatan berbasis komunitas.

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI