Suara.com - Pusat Kebijakan dan Manajemen Kesehatan (PKMK) Fakultas Kedokteran Kesehatan Masyarakat dan Keperawatan FK-KMK UGM memberi tahu hasil penelitiannya mengenai Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) dari segi keadilan sosial dan pelayanan kesehatannya.
Penelitian ini disampaikan dalam diskusi outlook kebijakan kesehatan 2020 pada Senin (27/1/2020) di Gedung Penelitian dan Pengembangan FK-KMK UGM.
Menurut peneliti evaluasi JKN dari PKMK FKKMK UGM, selama ini penyelenggaran JKN masih belum mengamalkan prinsip ekuitas (keadilan) sesuai amanat UUS 1945 dan UU SJSN.
Berdasarkan data BKF Kemenkeu 2014-2018, PKMK FKKMK UGM menemukan bahwa segmen peserta PBPU (masyarakat mampu) paling banyak menyerap dana pembiayaan kesehatan, dibanding segmen PBI APBN (peserta tidak mampu) dan segmen lainnya.
Baca Juga: Dampak Virus Corona, PBSI Batal Kirim Pemain ke China Masters 2020
Setiap tahunnya sejak 2014-2019, peserta PBI APBN selalu mengalami surplus. Sedangkan, segmen PBPU, BP dan PBI APBD selalu mengalami defisit setiap tahunnya. Artinya, sejauh ini dana peserta PBI APBN justru digunakan untuk membiayai peserta PBPU.
Di samping itu, kebijakan kompensasi seharusnya diperuntukkan bagi masyarakat miskin dan tidak memiliki faskes memadai belum dilaksanakan sejak awal program ini dijalankan. Padahal kewajiban kompensasi tersebut telah diamanatkan dalam Pasal 23 UU SJSN (2004).
Defisit yang terjadi ini mengakibatkan tidak tersedianya dana. Dana JKN menjadi habis karena lebih dulu diserap oleh kelompok kepesertaan PBPU, BP dan PBI APBD.
Adapun penyebab defisit BPJS Kesehatan yang berkepanjangan adalah pertama, hampi separuh peserta menunggak tidak membayar. Padahal yang menjadi peserta BPJS Kesehatan adalah masyarakat yang relative sakit.
Kedua, sistem single pool yang tidak tepat sehingga digunakannya dana PBI bagi masyarakat miskin dan tidak mampu oleh peserta BPJS Kesehatan yang relatif mampu.
Baca Juga: Cegah Virus Corona, Saatnya Berhenti Konsumsi Daging Hewan Liar
Ketiga, subsidi tersembunyi untuk PBPU yang tidak terdeteksi. Lalu, kebijakan kompensasi belum berjalan untuk menyeimbangkan akses layanan kesehatan era JKN, seperti penambahan rumah sakit atau pengiriman tenaga kesehatan di daerah sulit.
Selain itu, upaya promotif dan preventif oleh pemerintah daerah juga belum berjalan optimal. Sehingga biaya kuratif atau pengobatan tinggi.
Guna mewujudkan JKN yang berkeadilan, PKMK FKKMK UGM menyarankan untuk menjalankan kebijakan kompensasi untuk melindungi dana PBI APBN agar hanya diperuntukan masyarakat kurang mampu.
Menurut Faozi Kurniawan, peneliti evaluasi JKN dari PKMK FKKMK UGM, kebijakan kompensasi yang tidak berjalan selama ini akibat adanya defisit.
"Kebijakan kompensasi dari 2014 sampai sekarang tidak dilakukan ini kemungkinan karena defisit yang ada di BPJS Kesehatan. Ini juga mungkin peran pemerintah daerah di beberapa wilayah masih terbatas untuk mendukung penyelenggaraan JKN," jelas Faozi Kurniawan saat press conference di Gedung Penelitian dan Pengembangan FK-KMK UGM, Senin (27/1/2020).
Sementara terkait kenaikan iuran BPJS Kesehatan tahun 2020, Faozi memperkirakan kebijakan ini bisa mengatasi defisit dan menutup defisit tahun sebelumnya.
"Kenaikan iuran di semua kelas kemungkinan bisa mengatasi defisit, karena itu kenaikannya di semua segmen. Cuman yang perlu diperhitungkan lagi surplus di semua segmen. Jika tidak salah asumsi, ini juga bisa menutup sisa selisih yang terjadi di 2019," jelasnya.