Suara.com - Budaya Ini Jadi Penyebab Kasus Antraks Kerap Muncul di Gunungkidul
Kasus antraks di Gunungkidul terjadi hampir setiap tahun. Dikatakan Kementerian Kesehatan RI, hal ini terjadi akibat budaya pemilik hewan ternak di sana.
Dirjen Pencegahan dan Pengendalian Penyakit, Kemenkes RI, dr Anung Sugihantono, MKes, mengatakan pemilik hewan ternak kerap memotong hewan yang terlihat sakit. Daging hewan tersebut lalu dibagikan atau dijual secara murah kepada masyarakat di sekitarnya.
Baca Juga: Jangan Disembelih, Bangkai Hewan yang Terkena Antraks Harus Dikubur
"Mereka tidak mau kehilangan. Jadi kalau ada yang sakit, cepat-cepat dipotong untuk segera dibagikan. Bagi mereka itu kan amalan, makanya ini yang sedang jadi perhatian pemerintah Gunungkidul, supaya hewan sakit tidak dipotong sembarangan dan dibagikan," tutur dr Anung, dalam temu media di Kemenkes, Senin (20/1/2020).
Untuk itu, Kemenkes meminta pemerintah daerah agar memberikan pendidikan dan pembekalan kepada pemilik hewan ternak. Jangan sampai hewan ternak yang sakit malah dibagikan, ataupun dijual dengan harga murah.
"Jadi sapi itu bisa dijual dengan harga hanya 3 juta gitu ya, pada saat sakit dan itu kemudian dipotong oleh jagal, atau pemotong hewan yang memang spesialis orang sakit itu memang ada yang memotong di sana, nah ini yang harus kita lakukan di samping tadi (faktor) transportasi dari hewan, pakan hewan, dan pupuk yang jadi persoalan-persoalan di Gunungkidul," tambahnya.
Kekinian, Anung mengatakan sudah tidak ada kasus antraks baru di Gunungkidul. Ia juga menyampaikan kasus antraks bukan berarti daging-daging sapi dan kambing dari Gunungkidul tidak aman.
"Mau makan sate boleh, asal pastikan dagingnya bersertifikat dari hewan ternak sehat," tuturnya.
Baca Juga: Ahli UGM: Gunungkidul Kawasan Kapur, Spora Antraks Lebih Betah Hidup
Ia juga meminta masyarakat agar tidak panik terhadap kabar antraks di Gunungkidul.