Suara.com - Seorang siswi SMK di Kabupaten Kepulauan Anambas berinisial AR enggan masuk sekolah setelah dikatai "lonte" atau pekerja seks oleh guru agamanya sendiri. Kasus ini pun sempat menjadi perbincangan di media sosial.
Kejadian ini bermula ketika AR pulang sekolah menggunakan kapal penyeberangan roro bersama teman-teman dan gurunya. Saat itu AR duduk berboncengan di atas motor bersama teman laki-lakinya.
Gurunya pun langsung meneriakkinya dengan sebutan lonte. Ucapan sang guru pun membuat AR menangis sepanjang perjalanan dan enggan berangkat sekolah.
"Di atas roro anak saya duduk berboncengan di atas sepeda motor dengan temannya. Motor tersebut punya anak saya, yang bawa teman laki-laki satu sekolah dan dekat tempat tinggal. Saat bercerita tersebut, gurunya yang juga ada di kapal roro tersebut langsung meneriaki AR 'Kamu macam lonte'," tutur RM, orangtua AR, Jumat (17/1/2020).
Baca Juga: Ekki Soekarno Punya Riwayat Bronkitis, Apakah Ada Komplikasiya?
Ucapan seorang guru menggunakan kata-kata "lonte" ini tentu memberikan dampak psikis terhadap AR. Inhastuti Sugiasih, psikolog anak pun berpendapat demikian.
Inhastuti Sugiarti berpendapat tindakan itu termasuk dalam kekerasan verbal terhadap anak remaja yang masih dalam masa pembentukan indentitas diri.
"Dampaknya ya anak akan memandang bahwa dirinya buruk karena disebut lonte tadi itu kan. Lalu dia akan menarik diri dari lingkungan sosialnya," kata Inhastuti Sugiasih saat dihubungi oleh Suara.com, Senin (20/1/2020).
Dalam kondisi ini, orangtua tentunya tidak bisa berjalan sendiri untuk memotivasi dan membujuk anaknya agar mau kembali ke sekolah.
Karena, hal ini bisa saja menimbulkan tindakan bullying jika tidak ada mediasi atau penyelesaian oleh kedua belah pihak.
Baca Juga: Ekki Soekarno Pernah Derita Bronkitis, Adakah Hubungannya dengan Pneumonia?
"Ya penyelesaian masalah ini harus ada mediasi kedua belah pihak, dari sekolahan dan orangtua," jelas Inhastuti Sugiasih.
Cara lain mengatasi hal ini, orangtua bisa memindahkan anak ke sekolah lain untuk memberinya lingkungan baru agar tidak berlarut menarik diri dari lingkungan sosial.
Tetapi, cara ini mungkin tidak akan berhasil sepenuhnya jika kasus sudah menyebar dan tidak ada penyelesaian dari kedua belah pihak. Dalam hal ini, Inhastuti berpendapat perlu ada sikap untuk menghapus citra buruk sang murid yang disebut "lonte".
"Karena kalau gurunya tidak minta maaf itu bisa membuat lingkungannya ikut membully lonte," ujarnya.
Di sisi lain, orangtua jika tidak bisa berjalan sendiri memotivasi dan memaksa anak agar tetap sekolah serta melupakan ucapan gurunya.
Karena, anak yang tidak siap dan sanggup menerima bullying mungkin saja melakukan hal-hal yang tidak diinginkan, seperti depresi dan bunuh diri.