Suara.com - Telanjur Makan Mie Instan yang Direbus Bareng Plastik? Ini Kata Ilmuwan
Belum lama ini media sosial digegerkan dengan video seorang pedagang yang merebus mie langsung beserta bungkusnya.
Usut punya usut, hal itu sudah biasa dilakukan oleh beberapa kalangan masyarakat Indonesia.
Di kalangan pencinta gorengan bahkan ada anggapan menggoreng sesuatu yang ditambahkan plastik akan memberi tekstur renyah yang berbeda. Lalu dilihat dari sudut pandang keamanan pangan, bagaimana para pakar melihat kebiasaan aneh tersebut?
Baca Juga: Menkes Kirim Tim Tangani Antraks, Dampak Rebus Mie Bareng Plastik
Dihubungi Suara.com, Guru Besar Universitas IPB, Profesor Ahmad Sulaeman mantap menyatakan bahwa kebiasaan tersebut berbahaya bagi kesehatan.
"Itu berbahaya karena bungkusnya tidak disiapkan untuk tahan air panas. Itu hanya bungkus biasa saja bahkan kemudian tinta bisa mencair. Jadi sangat tidak dianjurkan untuk merebus mie bersama plastik-plastiknya," kata Profesor Ahmad, Jumat, (17/1/2020).
Plastik, kata Profesor Ahmad, disebut juga sebagai polimer atau rantai panjang atom yang saling mengikat satu sama lain.
Rantai inilah yang membentuk banyak unit molekul berulang atau monomer. Saat terkena suhu panas, seperti air rebusan, unsur polimer bisa rusak dan melepaskan monomer-monomer tersebut.
Nantinya zat tersebut mengalami migrasi dan termakan oleh manusia. Selain kandungan plastik itu sendiri, Profesor Ahmad juga mengkhawatirkan larutan tinda yang biasa ada pada produk bungkus plastik.
Baca Juga: Mulai Juli 2020, Penggunaan Kantong Plastik Dilarang di DKI Jakarta
"Bisa terjadi transfer komponen kimia baik dari kompenen cat atau tinta untuk label atau gambar," tambahnya.
Lalu bagaimana jika sudah tertelan?
Kata Profesor Ahmad, belum ada penelitian yang benar-benar menunjukkan bahwa kebiasaan memasak mie beserta bungkusnya dapat menyebabkan penyakit kanker.
Hanya saja, hal tersebut patut dihindari, karena campuran antara plastik, tinta dan suhu tinggi dipastikan bisa menghasilkan zat karsinogenik, atau zat penyebab kanker.
Untuk mengantisipasi risiko tersebut, ia mengimbau masyarakat untuk melakukan detoksifikasi dengan cara mengonsumsi banyak buah-buahan dan sayuran.
"Konsumsi juga antioksidan sebagai upaya mendetoksifikasi unsur toksik dari unsur plastik," tambahnya.
Selanjutnya, sebagai upaya yang lebih nyata, ia mengimbau agar pemerintah dan berbagai pihak lainnya untuk melakukan edukasi mengenai keselamatan dan kemanan pangan.
"Ini semua terjadi karena mereka (pedagang) tidak tahu. Jadi harus dikasih tahu bahwa itu bukan praktik kesehatan yang baik. Masyarakat kita tidak pernah mendapatkan pendidikan gizi dan keamanan pangan," tutupnya.