Upaya Kemenkes Turunkan Angka Stunting dan Diare di Indonesia

Selasa, 14 Januari 2020 | 17:37 WIB
Upaya Kemenkes Turunkan Angka Stunting dan Diare di Indonesia
DirJen Kesehatan Masyarakat Kemenkes RI, Dr. Kirana Pritasri, MQIH dalam forum Nutrition International di Hotel Bidakara, Jakarta Selatan, Selasa (14/1/2020). (Suara.com/Dini Afrianti Efendi)
Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

Suara.com - Indonesia masih dihantui dengan permasalahan stunting dan diare. Angka prevalensi nasional untuk stunting sendiri masih mencapai 27,67 persen, dan ini masih di bawah standar ambang batas yang diminta WHO, yakni 20 persen. Sedangkan untuk diare, angka prevalensi secara nasional di tahun 2018 mencapai 12,3 persen. Namun kabar baiknya, angka ini turun menjadi 4,5 persen di 2019.

Demi mencapai target WHO dan menurunkan angka prevalensi nasional dua permasalahan tersebut, selama 10 tahun belakangan Indonesia telah bekerjasama dengan Australia dan Kanada, bergabung dalam Nutrition International, demi menjangkau sekitar 211.000 ibu hamil untuk diberikan suplemen Tablet Tambah Darah (TTD) yang mengandung asam folat dan zat besi.

Tak hanya itu, hingga saat ini sudah ada lebih dari 720.000 balita yang mendapatkan dua kapsul vitamin A sesuai dosis, serta 64.000 anak di bawah usia lima tahun yang menderita diare mendapatkan penanganan dengan pemberian tablet zinc dan oralit sesuai tatalaksana.

Direktur Jenderal Kesehatan Masyarakat, Kementerian Kesehatan Republik Indonesia Dr. Kirana Pritasri, MQIH, mengatakan langkahnya bukan asal pemberian obat, tapi juga ada edukasi dari perawat yang bertugas di puskesmas agar obat yang diminum sesuai dengan anjuran dan dosisnya.

Baca Juga: Stunting dan Pusaran Kemiskinan

"Obatnya bisa dibeli, tapi kalau pelayanannya tidak jalan, bidannya tidak memberikan konseling, tenaga gizinya tidak memberikan konseling, maka obat ini tidak (bisa) diminum," ungkap Dr. Kirana di Hotel Bidakara, Jakarta Selatan, Selasa (14/1/2020).

Kinerja obat akan maksimal jika pasien bisa mengonsumsi sesuai tatalaksana yang ada. Misalnya, pada anemia, hanya konsumsi 30 tablet padahal targetnya 90 tablet. Merasa enak dan sehat, tidak lagi pusing, lalu obat tidak diminum atau dihabiskan. Padahal, seharusnya diminum sebanyak 90 tablet penuh tanpa sisa.

"Ini harus dipahami, karena kondisi anemia tidak dirasakan ibu hamil. Sebenarnya dalam standar pelayanan ibu hamil itu sudah ada, kalau tahu Hb-nya kurang dari 11, dia harus konsumsi makanan gizi seimbang sesuai kebutuhan ibu hamil, dan harus patuh minum obat, dan kemudian ada pemeriksaan lagi," papar Kirana.

Inilah yang dikejar oleh Nutrition International, dengan program yang dikenal sebagai Micronutrient Supplementation for Reducing Mortality and Morbidity (MITRA) atau suplemen zat gizi mikro untuk menurunkan tingkat kematian dan kesakitan. Program MITRA sendiri sudah dilaksanakan sejak Agustus 2015 silam di 20 kabupaten Jawa Timur dan Nusa Tenggara Timur (NTT).

Untuk kejadian diare, misalnya, secara spesifik di NTT, angka prevalensinya turun dari 11 pesen di tahun 2018 menjadi 2,15 persen di tahun 2019. Sedangkan di Jawa Timur, prevalensinya 10,7 persen di 2018, dan turun menjadi 4,5 persen di 2019.

Baca Juga: UI Kukuhkan 2 Guru Besar Fakultas Kedokteran, Misi Atasi Stunting

Ibu hamil juga menjadi fokus dalam program ini mengingat kehamilan dengan anemia bisa melahirkan bayi yang berisiko stunting. Faktanya, angka stunting di NTT diketahui masih tinggi, yakni 42,6 persen. Artinya, dari 10 anak balita, 4 di antaranya mengalami stunting. Sedangkan di Jawa Timur, prevalensinya 32,8 persen, yang artinya 3 hingga 4 dari 10 anak balita mengalami stunting.

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI