Suara.com - Tak ada seorang pun yang ingin mengalami pemerkosaan dan kekerasan seksual. Namun dua hal itu sangatlah umum terjadi di masyarakat kita.
Dilansir dari Helpguide.org, menurut Pusat Pengendalian dan Pencegahan Penyakit (CDC), hampir 1 dari 5 wanita di AS diperkosa atau mengalami pelecehan seksual. Di beberapa negara Asia, Afrika, dan Timur Tengah, angka itu bahkan lebih tinggi.
Pemerkosaan dan kekerasan seksual pun tidak terbatas pada wanita, banyak pria dan anak lelaki menderita pemerkosaan dan trauma seksual setiap tahun.
Terlepas dari usia atau jenis kelamin, dampak kekerasan seksual jauh melampaui cedera fisik apa pun. Trauma dapat muncul dan sebagai imbasnya akan membuat korban takut, malu dan merasa tak ada tempat yang aman di dunia ini.
Baca Juga: Jumlah Anak Korban Kekerasan Seksual di Sekolah Naik di 2019
Namun sayangnya, korban masih mendapat penghakiman dari masyarakat. Di mana kekerasan seksual yang didapat dianggap tak terlepas dari ulah korban sendiri. Padahal hal tersebut akan memperparah proses penyembuhan trauma.
Untuk meluruskan perspektif agar tak lagi menyalahkan korban, berikut mitos beracun tentang kekerasan seksual dan pemerkosaan.
1. Mitos: Pemerkosa bisa dideteksi lewat penampilan dan perilaku
Fakta: Tidak ada cara pasti untuk mengidentifikasi pemerkosa. Banyak yang tampak benar-benar normal, ramah, menawan dan tidak mengancam.
2. Mitos: Jika korban tidak melawan, berarti ia tidak merasa tersakiti
Fakta: Selama penyerangan seksual, sangat umum untuk 'merasa beku'. Otak dan tubuh akan mati karena syok, sehingga sulit untuk bergerak, berbicara atau berpikir.
3. Mitos: Cara berpakaian dan berperilaku akan mengundang pemerkosa
Fakta: Pemerkosaan adalah kejahatan terhadap peluang. Studi menunjukkan bahwa pemerkosa memilih korban berdasarkan kerentanan mereka, bukan pada seberapa seksi penampilan mereka atau betapa genitnya mereka.
Baca Juga: Perangi Kekerasan Seksual, Deretan Selebriti Hollywood Ikut Aksi
4. Mitos: Pemakaian obat bius sering dikesampingkan
Fakta: Pemerkosa sering membela diri dengan mengklaim serangan itu adalah kesalahan mabuk atau miskomunikasi. Tetapi penelitian menunjukkan bahwa sebagian besar pemerkosa tanggal adalah pelanggar berulang. Mereka menargetkan orang-orang yang rentan dan sering meminum alkohol untuk diperkosa. Sehingga mereka akan mencampurnya dengan obat bius.