Di sana, ia diuji untuk serangkaian kondisi selama dua tahun, mulai dari kanker serviks hingga penyumbatan di tuba Fallopi, tetapi masalahnya tetap tidak diketahui.
Akhirnya, pada tahun 2005, di usia 17 tahun, Cathy mendapatkan diagnosisnya, yakni ia mengalami insufisiensi ovarium prematur. Suatu kondisi yang menyebabkan ovarium berhenti memproduksi telur, dan diberi tahu bahwa ia tidak akan pernah dapat memiliki anak secara alami. Ternyata dirinya sudah memasuki masa menopause sejak usia 13 tahun.
"Berita itu adalah pukulan besar. Aku benar-benar merasakan kehilangan," kata dia.
Dia mengaku merasa sangat bingung, bahkan terkait kondisinya dia tidak ditawarkan pilihan terapi. Dia juga menggunakan pil kontrasepsi lain untuk meringankan gejala dan terapi penggantian hormon.
Baca Juga: 8 Penyebab Keringat Berlebih di Malam Hari, Salah Satunya Menopause
Bergerak maju, Cathy tidak punya pilihan lain selain menerima bahwa dia mungkin tidak bisa hamil.
Terlepas kabar menyakitkan di usia belasan tahun itu, Cathy, sekarang merasa senang karena suaminya, James, mengatakan masih berharap untuk menggendong anak dari dirinya.
"Melewati usia 20-an saya tahu tidak bisa punya anak itu sulit, terutama ketika teman-teman saya mulai memiliki bayi sendiri," katanya.
Namun ketika dia bertemu suaminya James pada 2013, dia bercerita tentang ketidaksuburannya pada kencan pertama mereka, tetapi James memutuskan untuk tetap bersamanya.
Pasangan tersebut menikah pada 2018 dan tengah mencari sumbangan sel telur dan James mengatakan tidak masalah jika harus melakukan adopsi jika gagal.
Baca Juga: Dikira Gejala Menopause, Ternyata Wanita Ini Derita ISK dan Sepsis