Suara.com - Banjir Bisa Bikin Trauma? Mengenal Penyebab dan Gejala PTSD pada Anak
Bukan hanya orang dewasa, seorang anak yang melihat atau mengalami sebuah peristiwa, lalu berdampak pada respon emosionalnya, bisa dikatakan mengalami trauma. Trauma pada anak yang tidak diatasi bisa berujung pada PTSD. Apa itu PTSD pada anak?
PTSD adalah posttraumatic stress disorder, di mana ini adalah gangguan psikologis yang terjadi setelah anak mengalami atau menyaksikan peristiwa yang tidak menyenangkan, yaitu trauma.
Contoh, trauma pada anak yang bisa berubah menjadi PTSD bisa disebabkan oleh peristiwa seperti adanya bencana, misalnya banjir yang terjadi di Jakarta, lalu kecelakaan, kekerasan, atau meninggalnya seseorang yang punya hubungan dekat dengan anak.
Baca Juga: Banjir Bandang, Sekolah di Lebak Diliburkan 2 Pekan
Namun perlu diketahui, bahwa tidak semua trauma pada anak menyebabkan PTSD. Bagaimanapun, setiap anak punya faktor-faktor yang membuat ia mampu untuk menghadapi trauma.
Misalnya dengan dukungan lingkungan sosial yang baik, anak mampu mengelola emosinya, dan konsep diri yang baik.
Setiap peristiwa yang terjadi pada anak juga punya dampak yang berbeda-beda. Ada beberapa ciri-ciri PTSD akibat trauma yang dapat orang tua perhatikan pada anak setelah ia mengalami peristiwa traumatis:
-Anak mengalami tekanan berulang tentang peristiwa itu. Misalnya anak jadi suka bermain tentang kecelakaan yang ia lihat, atau anak mengakui bahwa ia memikirkan hal itu terus menerus
-Anak bermimpi buruk dan berhubungan dengan peristiwa itu
-Anak mengulang kembali reaksi saat peristiwa itu terjadi, misalnya takut, teriak, menangis
-Anak menghindari apapun yang mengingatkan tentang peristiwa itu, misalnya kecelakaan menghindari mobil
-Anak sulit konsentrasi pada suatu hal
-Anak jadi mudah terkejut
Ada beberapa hal yang dapat orangtua lakukan untuk mencegah trauma peristiwa pada anak tidak sampai menyebabkan PTSD. Berikut aksi yang bisa dilakukan para orang tua dilansir Hello Sehat:
1. Orang tua dapat menanyakan apa anak pikirkan, apa yang ia lihat, dan apa yang mereka rasakan setelah melihat peristiwa traumatis tersebut.
Baca Juga: Jakarta Masih Banjir, 4.000 Orang Bertahan di 22 Lokasi Pengungsian
2. Orang tua bisa membiarkan anak untuk mengungkapkan perasaan mereka sembari didengarkan baik-baik. Bila anak sulit mengungkapkan dengan cerita langsung, Anda dapat mengetahui perasaannya lewat cara lain.