Suara.com - Sejak banjir melanda sejumlah wilayah di Jabodetabek sejak Rabu (1/1/2020), Menteri Kesehatan (Menkes) Terawan Agus Putranto sudah mengimbau masyarakat terkait penyakit pascabanjir yang mengintai korban.
Namun, menurut praktisi emotional healing and mindfulness, Adjie Santosoputro, hal yang perlu dikhawatirkan bukan hanya kesehatan fisik saja. Namun juga kesehatan mental.
"Dulu saya juga sebatas melihat dampak banjir hanya terhadap kesehatan fisik, tapi setelah beberapa kali terjadi banjir, pandangan saya jadi enggak sebatas itu. Banjir juga memberikan dampak terhadap kesehatan mental," tulisnya melalui cuitan di Twitter, Kamis (2/1/2020).
Ia melanjutkan, dampak ini sebenarnya tidak hanya dirasakan korban banjir saja, melainkan juga bencana alam lainnya.
Baca Juga: Pejaten Timur Gelap Gulita, Korban Banjir Butuh Air Bersih
"Di antaranya adalah, banjir mengganggu zona nyaman yang sudah terbentuk selama ini, termasuk dalam pemenuhan kebutuhan pokok (makan, air, rumah, pakaian), sehingga muncul rasa panik," sambungnya.
Bencana alam seperti banjir juga membuat korban merasa insecure, tutur Adjie, karena mereka harus mengungsi dari rumah, di mana selama ini rumah adalah tempat nyaman bagi mereka.
Hal ini pun didukung oleh sebuah studi oleh Univeristy of York, Inggris, pada 2014, yang menyurvei 7.500 korban banjir. Hasilnya, orang-orang justru cenderung mengalami kesehatan mental yang buruk bahkan ketika kerusakannya relatif kecil.
"Ini mencerminkan dampak besar badai dan banjir pada kehidupan orang-orang di samping kerusakan fisik pada rumah dan bisnis. Ada kerusakan emosional atas rasa aman yang mereka peroleh dari rumah," kata Prof Hilary Graham, dari Departement of Health di University of York, dilansir ITV.
Adjie pun menambahkan, cara merawat kesehatan mental di kondisi tidak menentu seperti ini adalah dengan -menghangatkan kembali hubungan antar-manusia.
Baca Juga: Korban Banjir Rentan Penyakit Kencing Tikus, Kenali Gejala Awalnya