Melawan Monster Rubella, Mereka Butuh Dukungan Bukan Bualan

Senin, 23 Desember 2019 | 14:14 WIB
Melawan Monster Rubella, Mereka Butuh Dukungan Bukan Bualan
Ratih Rachmadona, orang tua pasien anak rubella, IF. (Dok Facebook)
Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

Suara.com - Melawan Monster Rubella, Mereka Butuh Dukungan Bukan Bualan

“Mmmmam mmamm mammm…” IF ingin banyak mengoceh, seperti balita yang sedang aktif-aktifnya saat berusia 3 tahun, IF pun ingin banyak tahunya, maunya.

Ia pun tampak tertawa sumringah jika sang ibu dan ayahnya sudah mengajak bermain, ia bahkan suka difoto dan tersenyum jika sang ibu menyuruh berpose untuk difoto. Balita mungil ini adalah pasien anak rubella asal Medan, Sumatera Utara, yang kini memiliki keterbatasan melihat, mendengar hingga masalah jantung dan kesulitan berdiri sejak ia didiagnosa terjangkit virus rubella sejak lahir.

“Virus tersebut menghancurkan segalanya, datang bak monster merusak satu-persatu panca indra anakku hingga organ tubuhnya. Ia hanya bisa bergumam untuk meminta sesuatu. Membayangkan bagaimana sakitnya, saya pun rasanya ikut meringis kesakitan,” kata Kusuma Ramadan, ayah pasien Rubella asal Medan, Sumatera Utara.

Pasien anak rubella, IF. (Dok Facebook)
Pasien anak rubella, IF. (Dok Facebook)

Kusuma menuturkan, tumbuh kembang IF tidak seperti anak kebanyakan. IF harus mengikuti banyak terapi dan pengobatan hingga rentetan pemeriksaan. “Demi anak saya harus berhenti bekerja, fokus mengurus dan menjaganya. Saya hanya bisa mengambil kerja freelance. Begitu pula ibunya,” tutur Kusuma.

Bahkan orang tua IF, sebelumnya mendapat harapan palsu dari sejumlah tokoh pemerintah di masa kampanye pemilihan gubernur pada 2017. Evi Diana Sitorus, mantan anggota DPRD Sumut yang juga istri mantan Gubernur Sumut, Tengku Erry dan Mantan Kepala Dinas Kesehatan (Kadinkes) Sumatera Utara, Agustama pernah berjanji membantu menolong IF di depan wartawan saat kunjungannya di masa kampanye saat itu. Namun, hingga kini janji tersebut tak pernah terealisasi.

Saat dikonfirmasi wartawan pada masa itu, Agustama berdalih alat bantu dengar difasilitasi BPJS Kesehatan. Sementara itu Evi Diana Sitorus tidak memberikan komentar apapun.

“Ya kebetulan menteri kesehatan mau datang saat itu (2017), jelang pemilihan Gubernur Sumut juga. Jadi Kadis Kesehatan datang dengan buk Evi Diana Sitorus jenguk anak saya dan bilang mau berikan alat bantu dengar berapapun harganya,” katanya.

Hal tersebut pun tentu menjadi titik terang bagi keluarga kecilnya. “Saat itu kami bahagia bukan kepalang, si kecil kemungkinan bisa mendengar. Ya tapi begitulah… ketika ditagih ada saja alasan. Jujur, sekarang kami berpijak di kaki kami sendiri untuk mengusahakan segalanya,” jelasnya.

Baca Juga: Pekan Imunisasi Dunia 2019, Jauhkan Hoaks Vaksin dari Keluarga

Ketua Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI) Sumut, Prof Munar Lubis, SPA (K) menuturkan, penyakit campak dan rubella masih banyak ditemui di Rumah Sakit Umum Pusat (RSUP) Haji Adam Malik Medan yang menjadi RS rujukan di Sumatera Utara. Ironisnya, masih ada beberapa daerah yang tidak melakukan imunisasi atau vaksin MR.

Padahal rubella ini menjadi penyakit yang cukup membahayakan, karena dapat menyebabkan radang paru (pneumonia), radang otak (ensefalitis), kebutaan, diare dan gizi buruk, kelainan jantung, kelainan mata, tuli, keterlambatan perkembangan dan kerusakan jaringan otak pada bayi.

Menurutnya salah besar jika ada oknum yang memanfaatkan anak pasien penyakit tersebut untuk popularitas. “Secara moral tidak layak, apalagi untuk politik atau popularitas. Ya, ada tempatnya kalau mau cari panggung tapi bukan angkat soal pasien anak rubella, karena masalah penyakit anak ini cukup sensitif, bukan hanya untuk si anak tapi juga untuk keluarga,” katanya.

Ia pun menuturkan penyakit rubella pada bayi belum ada penyembuhnya, hanya bersifat suportif, terapi sesuai gejala, konsultasi apa yang boleh dan tidak boleh dikonsumsi dan penanganannya di setiap anak berbeda-beda. Tiap anak berbeda tergantung usia dan seberapa parah gangguan gizi buruk dan kerusakan organ tubuh lainnya. Kemudian mengikuti beberapa tes rutin seperti Brain Evoked Response Auditory (BERA) atau pemeriksaan pendengaran yang dilakukan pada anak umur 1-3 tahun, pemasangan alat bantu dengar, memperbaiki virus dan koreksi katarak pada mata hingga pemeriksaan Penyakit Jantung Bawaan (PJB) serta pemberian nutrisi yang tepat.

“Ya jadi cukup kompleks dan tidak bisa main-main memberikan harapan palsu, itu penyakit yang cukup mahal pengobatan, operasi dan terapinya,” katanya.

Biaya implan koklea hingga harga alat bantu dengar untuk pasien anak rubella mencapai Rp 100 juta hingga Rp 300 juta untuk kualitas terbaiknya, belum termasuk biaya operasi. Selain itu, masih ada biaya lain-lain seperti baterai, yang harganya Rp 900 ribu dan habis seminggu sekali. Bahkan ada yang mencapai Rp 600 juta untuk total biaya alat tersebut. Ini semua belum termasuk biaya operasi Rp 50 juta. Sedangkan alat bantu dengar yang difasilitasi BPJS hanyalah alat standar yang harganya berkisar 1 jutaan.

Ilustrasi operasi katarak. (Shutterstock)
Ilustrasi operasi katarak. (Shutterstock)

Sementara itu, Humas BPJS Kesehatan Pusat, Iqbal Anas Ma’ruf, menuturkan pihaknya menfasilitasi perobatan dan fisioterapi hingga alat bantu dengar untuk pasien anak rubella serta operasi katarak pada mata pasien anak rubella.

“Ya mungkin banyak simpang siur di luar sana, bilang BPJS tidak menanggung penanganan khusus untuk penyakit rubella, tapi untuk perawatan yang masih sesuai prosedural dan operasi kataraknya hingga alat bantu dengar sesuai standar BPJS Kesehatan, ya masih difasilitasi. Jadi kami harapkan orang tua pasien anak rubella memanfaatkan hal tersebut dengan berkonsultiasi terlebih dahulu pada dokter BPJS yang menangani anaknya,” jelasnya.

Komunitas Keluarga Ceria Rubella Syndrome Sumut Tanpa Rumah

Pasien anak rubella dan ibunya Ratih Rachmadona.  (Facebook)
Pasien anak rubella dan ibunya Ratih Rachmadona. (Facebook)

Masyarakat penting untuk mengetahui bagaimana bersikap suportif pada keluarga atau sekitar yang sedang menerima musibah, sakit, khususnya jika terjadi pada anak-anak.

“Ya, jangan pernah menunjukkan rasa kasihan, wajah mengasihasi itu juga termasuk bisa mempengaruhi psikis anak, orang tua anak, khususnya di sini ayah dan ibu dari pasien anak rubella. Seperti yang kita tahu penyakit ini cukup merenggut panca indera dan merusak organ tubuh si anak. maka saat mengunjunginya sapalah senormal mungkin seperti menyapa atau melihat anak lainnya,” kata Psikolog, Veronica Adesla M.Psi.

Ia menuturkan penting untuk orang-orang di sekitar menyapa seperti biasa, mengajak bermain atau bercanda, atau memberikan dukungan pada orang tuanya dengan bantuan yang dibutuhkan.
“Ya tawarkan bantuan apa yang dibutuhkan, jangan menunjukkan rasa iba, tapi rangkul layaknya teman membutuhkan teman,” tambahnya.

Veronika juga mengimbau agar tidak ada oknum mengeksploitasi penyakit pasien anak untuk popularitas atau kampanye. Ya kalau membantu ya bantu saja, jangan diekspose apalagi memberi harapan palsu.

Menurutnya, psikis seseorang bisa sangat hancur dan kecewa saat diberikan harapan terkait kelangsungan hidup orang terkasihnya. “Ya seperti kita tahu biaya pengobatan dan perawatan penyakit rubella pada anak itu mahal, jadi wajar orang tua akan bahagia sangat saat mendapat harapan, dan akan sangat jatuh dan terpukul saat tidak direalisasi,” jelasnya.

Integritas oknum tersebut tentu sangat buruk jika niatnya mengekploitasi penyakit pasien anak hanya untuk kampanye atau popularitas, tambahnya.

Ia pun menuturkan penting untuk mental dan psikis orang tua pasien anak rubella untuk memiliki sistem dukungan dan komunitas berbagi pada orang tua pasien anak dengan penyakit yang sama.

“Ya sharing itu sangat mendukung, menguatkan mereka kalau mereka tidak sendiri, dan pasti bisa melewatinya. Saling memberikan masukan, informasi dan support,” jelasnya.

Hal itupula yang diharapkan komunitas Keluarga Ceria Rubella Syndrome Sumut (KERSS), Ratih Rachmadona, orang tua pasien anak rubella, IF.

Ratih, menuturkan, KERSS sudah mengumpulkan orang tua pasien anak rubella se-Sumatera Utara. Mereka pun rutin melakukan sharing dan dukungan untuk saling menguatkan.

“Namun kendalanya, Keluarga Ceria Rubella Syndrome Sumut tanpa rumah. Ya kami belum mendapatkan rumah ramah singgah, mengingat hanya 1 rumah sakit yang dirujuk untuk pasien anak rubella yakni rumah sakit Adam Malik, tapi banyak orang tua yang harus bolak-balik dari daerah dan mengunjungi pintu ke pintu.

“Ya untuk saat ini pertemuan dilakukan lewat komunikasi media sosial atau saat bertemu di rumah sakit, kami berharap sekali dalam hal ini pemerintah dinas kesehatan khususnya menyediakan rumah singgah atau rumah ramah rubella,” tambahnya.

Sementara itu, Kusuma, ayah IF, Ketika ditanya bagaimana kepedulian dan kesensitifan sekitar terhadap rubella pasca anaknya menjadi penyintas, Kusuma cuma bisa tertawa kemudian terdiam menghela napas.

“Bahkan tetangga, orang sekitar, keluarga masih banyak yang tidak tahu apa itu rubella, lelah menjelaskan dan berulang ditanya lagi. Tak peduli juga mereka walaupun tahu bagaimana dampaknya dan pentingnya melakukan imunisasi dan vaksin MR untuk mencegah rubella ini, entah di mana salahnya, mungkin sosialisasi,” katanya.

Kusuma pun mengharapkan kejelasan pemerintah dan lembaga tertentu terhadap penanganan pasien anak rubella. "Ya karena selama ini kami hanya diajak untuk sosialisasi agar masyarakat tahu ini lho pasien rubella, setelah itu tidak ada bimbingan dan bantuan lagi," tambahnya.  

Sumut Masuk Zona Merah Penyakit Rubella

Vaksin MR Miliki Kandungan Babi ( shutterstock )
Ilustrasi vaksin MR. ( shutterstock )

Ya, Virus campak rubella kini mengancam anak di Sumatera Utara (Sumut). Provinsi Sumut menjadi salah satu provinsi di Indonesia yang masuk zona merah untuk penyakit campak dan rubella menurut data di 2018. Bahkan beberapa daerah di Sumatera Utara tidak melakukan imunisasi untuk mencegah penyakit yang rentan menyerang anak-anak tersebut.

“Hasil cakupan kampanye campak dan rubella di Sumut yang dtargetkan oleh nasional sebesar 95 persen namun hanya terealisasi 59,8 persen,” kata Suhadi, SKM M.Kes, Kepala Seksi Surveilans dan Imunisasi Bidang Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Dinas Kesehatan (Dinkes) Provinsi Sumut.

Ridesman, Sekretaris Dinas Kesehatan, sekaligus Pejabat Pengelola Informasi dan Dokumentasi (PPID) Pembantu Dinkes Provinsi Sumut menambahkan, untuk tingkatan cakupan imunisasi perlu dukungan kuat oleh pengambil kebijakan (gubernur, bupati atau walikota), dan lintas sektoral lain.

Ilustrasi vaksin. (Shutterstock)
Ilustrasi vaksin. (Shutterstock)

“Perlunya lagi sosialisasi untuk menyakinkan masyarakat dalam keberhasilan program imunisasi ini. Ya semua dukungan seluruh komponen, baik pemerintah, swasta dan masyakarat harus bergerak,” katanya.

Communication for Development Specialist UNICEF, Rizky Ika Syafitri mengatakan yang penting untuk disosialisasikan adalah imunisasi MR ini harus dilakukan pada anak usia 9 bulan hingga anak di bawah 15 tahun. Hal ini untuk mencegah riwayat penyakit campak dan rubella agar tidak menularkan campak pada ibu hamil yang berbahaya pada janin.

Menurutnya, campak untuk anak-anak yang sudah tumbuh hingga orang dewasa cuma berupa badan meriang dan bintik-bintik merah. Tapi, kalau sampai tertular pada ibu hamil yang kemudian menularkannya pada janin, ini yang sangat berbahaya.

“Ini yang menjadi poin pentingnya, menyosialisasikan ibu-ibu agar anaknya diimunisasi untuk melindungi ibu hamil di sekitar lingkungan mereka,” jelasnya saat memaparkan paparan Imunisasi dan Vaksin MR di acara AJI dan UNICEF beberapa waktu lalu.

Sementara itu Dokter Arifianto, Sp, A, yang juga penulis buku Pro-Kontra Imunisasi di Indonesia, menuturkan, penting untuk menyosialisasikan bahaya virus rubella atau campak bukan menyasar orang dewasa melainkan janin pada ibu hamil.

 Dokter Arifianto, Sp, A, yang juga penulis buku Pro-Kontra Imunisasi di Indonesia. (Ist)
Dokter Arifianto, Sp, A, yang juga penulis buku Pro-Kontra Imunisasi di Indonesia. (Ist)

“Ya, pencegahan rubella pada bayi adalah (dengan) vaksin. Namun bagi daerah atau kawasan yang tidak capai target vaksin MR, para ibu muda atau calon ibu yang khawatir janinnya kelak tertular virus tersebut bisa mencegahnya dengan suntik vaksin Mom Measles Rubella (MMR) di rumah sakit, ya tapi itu pribadi karena tidak dari kampanye pemerintah,” jelasnya saat diwawancarai beberapa waktu lalu.

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI