Suara.com - Seorang wanita dengan kondisi vagina langka telah mengungkapkan kesedihannya selalu merasa kesakitan setiap kali berhubungan seksual.
Kartin Maslenkova, wanita asal Bulgaria ini sudah mencoba melakukan hubungan seksual sejak usia 18 tahun. Tetapi, pengalaman pertamanya mencoba hubungan seksual dengan pasangan justru tak menyenangkan.
Kartin merasakan sakit yang tak tertahankan setiap kali pasangannya melakukan penetrasi.
Kondisi itu pun membuat Kartin merasa tidak bisa menjadi wanita seutuhnya. Karena mereka tidak bisa menikmati hubungan seksual yang sangat intim.
Baca Juga: Vidi Aldiano Idap Kanker Ginjal, Kenali Gejala Awal dan Faktor Risikonya
"Pada usia 18 tahun, saya mencoba melakukan hubungan seks penetratif. Tetapi, itu rasanya seperti menabrak dinding dan penisnya tidak bisa masuk," kata Kartin dikutip dari Daily Star.
Seorang dokter asal Kanada pun berpendapat bahwa saat itu Kartin belum siap untuk berhubungan seks. Namun, Kartin tetap mencari terapis seks untuk mencari tahu penyebabnya pada 2010 silam.
Terapis seks mengatakan bahwa Kartin menderita vaginismus, yakni kondisi di mana otot-otot vagina meregang dan mengencang yang merupakan respons terhadap penetrasi.
Akhirnya, Kartin menjalani terapi ekstensif untuk mengatasi kondisinya selama beberapa waktu. Pada 2016, Kartin sudah bisa melakukan hubungan seks di usia 24 tahun.
Kini, Kartin pun merasa lebih lega karena bisa memenuhi kebutuhan seks pasangannya, Dimitri. Bahkan Kartin sudah berhenti dari pekerjaannya sebagai akuntan profesional untuk membantu wanita lain dengan kondisi sama.
Baca Juga: Vidi Aldiano Idap Kanker Ginjal, Hindari 3 Makanan Ini setelah Pengobatan!
Salah satu cara yang dilakukan Kartin agar bisa berhubungan seksual tanpa rasa sakit adalah mendapat rangsangan seksual seperti harapannya.
"Sekarang saya tahu apa yang kuinginkan agar terangsang secara seksual. Saya bisa mengomunikasikan keinginan saya dan bereksperiman untuk menciptakan kehidupan seks memuaskan. Pasangan saya juga berusaha memberi tahu pengalamannya," ujarnya.
Jauh sebelum Kartin merasa kesakitan saat berhubungan intim, ia mengaku sudah mulai merasa kesakitan di vaginanya ketika menggunakan tampon saat remaja.
Saat itu Kartin sedang pertandingan bola voli. Ia lantas berusaha mengeluarkan tamponnya dan nyaris pingsan karena kesakitan.
Pada 2010, Kartin baru didiagnosis menderita vaginismus setelah ginekolog melakukan pemeriksaan panggulnya.
"Saya teringat cedera masa kecil yang mungkin ada hubungannya dengan penyakit saya sekarang. Sejak didiagnosis itulah saya juga mencari tahu respons tubuh terhadap vaginismus," jelasnya.
Katrin sendiri pun merekomendasikan terapi pelebaran yang membantu meregangkan otot secara perlahan dan melatih pikiran untuk berhenti mengaitkan penetrasi dengan rasa sakit.