Suara.com - WHO: Meningkatnya Kasus Campak Jadi Bukti Gagalnya Kolektif Melindungi Anak
Sebanyak 140.000 orang meninggal dunia akibat campak di seluruh dunia pada tahun lalu. Dari angka tersebut, lebih dari setengahnya merupakan anak-anak berusia di bawah lima tahun.
Situasi mengerikan tersebut digambarkan oleh para ahli kesehatan sebagai 'tragedi yang dapat dicegah' dengan vaksin.
Saking memprihatinkannya, beberapa negara di dunia seperti Inggris, Albania, Ceko dan Yunani telah kehilangan status 0 eliminasi campak pada 2018 lalu.
Baca Juga: Wabah Campak Kongo Jadi yang Paling Mematikan di Dunia saat Ini
Bahkan belum lama ini negara kecil di Pasifik yaitu Samoa telah menyatakan kondisi darurat karena campak.
Campak adalah virus yang sangat menular yang menyebar lewat semburan dari batuk, bersin atau cairan kontak langsung. Virus campak dapat bertahan di udara atau di permukaan selama berjam-jam. Campak sering diawali dengan demam, tidak enak badan, sakit mata dan batuk diikuti oleh demam yang meningkat dan ruam-ruam. Jika parah, penyakit ini dapat menyebabkan kematian.
Secara global, Organisasi Kesehatan Dunia WHO menghitung ada 7,6 juta kasus campak dan 124.000 kematian pada tahun 2017 dan angkanya naik menjadi 9,8 juta kasus campak dan 142.000 kematian pada 2018.
"Fakta bahwa setiap anak meninggal karena penyakit yang dapat dicegah dengan vaksin seperti campak, terus terang ini sangat gila dan kegagalan kolektif untuk melindungi anak-anak yang paling rentan di dunia," kata Dr. Tedros Ghebreysus, direktur jenderal WHO dilansir dari BBC.
Apa penyebabnya? Secara singkat, cakupan vaksinasi tidak meningkat malah cenderung turun. Padahal untuk menghentikan penyebaran campak, 95 persen anak-anak perlu mendapatkan dua dosis vaksin campak.
Baca Juga: Kasus Campak Meningkat, Perdana Menteri Inggris Keluarkan Imbauan Serius
Lima negara yang paling parah terkena dampak pandemi campak pada 2018 adalah Republik Demokratik Kongo, Liberia, Madagaskar, Somalia, dan Ukraina.