Sama-Sama Sulit Berhubungan Seksual, Ini Beda Vaginismus Primer & Sekunder

Selasa, 03 Desember 2019 | 12:29 WIB
Sama-Sama Sulit Berhubungan Seksual, Ini Beda Vaginismus Primer & Sekunder
Ilustrasi Vaginismus. (Shutterstock)
Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

Suara.com - Anda sulit menikmati hubungan seksual? Jangan-jangan Anda mengalami vaginismus. Ini adalah suatu kondisi yang membuat hubungan intim terasa menyakitkan, atau terkadang sulit untuk direalisasikan.

Dijelaskan oleh dr. Ni Komang Yeni, SpOG. dari Bamed Women's Clinic, penyebab vaginismus dibagi menjadi dua, penyebab organik atau fisik dan penyebab anorganik atau psikologis.

Secara fisik, vaginismus bisa disebabkan oleh adanya infeksi di daerah genital, atau adanya trauma pada saat melahirkan, atau perlukaan di jalan lahir yang disebabkan oleh trauma yang lainnya.

Sedangkan secara psikologis, karena adanya trauma psikis sebelumnya yang berkaitan dengan kekerasan seksual, atau adanya rasa kurang percaya diri, atau tidak berhubungan seksual dalam jangka waktu yang panjang.

"Vaginismus bisa menyerang perempuan dengan variasi usia. Mulai dari usia ketika seorang perempuan sudah aktif secara seksual, sampai perempuan yang sudah berusia lanjut atau tua.
Beberapa perempuan mengalami vaginismus justru pada masa menopause. Saat kadar estrogen turun, pelumasan dan elastisitas vagina pun relatif menurun," jelasnya dr. Yeni lebih lanjut saat ditemui Suara.com belum lama ini di Jakarta.

Baca Juga: Vaginismus: Ketika Tubuh Wanita 'Melarang' untuk Berhubungan Intim

Dalam paparannya, ia menyebut ada dua jenis vaginismus, primer dan sekunder. Disebut vaginismus primer ketika seorang perempuan sama sekali tidak pernah bisa memiliki hubungan seksual akibat rasa sakit dan kesulitan penetrasi.

Sedangkan vaginismus sekunder terjadi apabila seorang perempuan sebelumnya pernah menikmati seks tanpa masalah, namun kemudian mengalami vaginismus akibat trauma atau masalah medis yang memengaruhi kondisi vagina. Klasifikasi ini memberi perbedaan kecil yang menentukan cara pengobatan vaginismus.

Jika Anda mungkin mengalami kondisi ini, tidak perlu khawatir. Sebab dengan kemajuan teknologi kedokteran saat ini, masalah seperti ini dapat diatasi. Tentunya, dibutuhkan tim dokter untuk mengatasi vaginismus, terutama kolaborasi antara dokter spesialis obstetri dan ginekologi dan kedokteran jiwa (psikiatri).

“Kami mengimbau agar perempuan Indonesia yang mengalami vaginismus dan disfungsi seksual untuk berkonsultasi kepada dokter ahli yang tepat," kata dr. Yeni.

Dengan SDM yang kompeten dan teknologi yang memadai, diagnosa yang tepat dapat ditegakkan sehingga terapi dapat dilakukan.

“Dibutuhkan kolaborasi antara psikiatri dan ginekolog untuk melakukan terapi yang terarah bagi para penderita vaginismus. Kombinasi terapi edukasi adalah terapi dengan dilator vagina dan pelvic physical therapy untuk meningkatkan keberhasilan terapi. Meski masih diperlukan penelitian lebih lanjut, terapi botox sering digunakan pada pasien dengan dyspareunia atau nyeri pada saat berhubungan, dan vaginismus, untuk melemahkan otot panggul agar tidak berkontraksi secara berlebihan,” tutupnya.

Baca Juga: Curhat Pengidap Vaginismus, Tak Bisa Pakai Tampon Hingga Bercinta

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI