Suara.com - Wacana Definisi Disabilitas Diperluas, Anak Stunting Termasuk?
Pemerintah melalui Kementerian Kesehatan Republik Indonesia berencana memperluas definisi disabilitas.
Hal tersebut diungkapkan oleh Direktur Jenderal Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Kemenkes RI, Dr. Anung Sugihantono M.Kes dalam acara Pers Briefing Peringatan Hari Disabilitas Internasional 2019 di Gedung Kemenkes, Jakarta, Rabu, (27/11/2019).
Menurut Anung, ada tiga isu utama disabilitas yang menjadi sorotan pemerintah.
Baca Juga: DPR Persoalkan Syarat CPNS Kejagung yang Tolak LGBT dan Disabilitas
Pertama adalah deskripsikan faktor risiko terjadinya disabilitas. Kedua, perluasaan definisi disabilitas, salah satunya memasukkan stunting atau kondisi kekurangan gizi kronik yang dianggap dapat memengaruhi produktivitas penyandangnya.
"Umur harapan hidup kita makin panjang, tapi angka produktivitas ada gap. Jadi muncul tantangan baru dalam environment sekarang," kata Anung.
Ketiga adalah isu pemerataan pelayanan yang bukan hanya melibatkan tenaga dokter tapi juga peran serta masyarakat. Ditemui dalam acara yang sama, Ketua Perhimpunan Besar Kedokteran Fisik dan Rehabilitasi Indonesia (PB Perdosri), Dr. dr. Tirza Tamin, SpKFR(K), menjelaskan bahwa stunting merupakan kondisi kurang gizi pada anak yang bisa terjadi pada sosio-ekonomi rendah, sedang hingga tinggi.
"Jadi biasanya penyebabnya banyak. Salah satunya kelainan kongenital (kelainan bawaan) yang bisa terjadi dan dapat menyebabkan IQ (kecerdasan intelektual) rendah," kata Tirza.
Ia melanjutkan, pihaknya bersama Kemenkes akan mengantisipasi agar ke depannya, anak-anak stunting tidak mengalami learning disabilities atau ketidakmampuan belajar.
Baca Juga: Profil Angkie Yudistia, Stafsus Milenial Disabilitas Jokowi
"Jadi di sinilah peran Perdosri memberikan rehabilitasi sosial dan rehabilitasi pendidikan. Kita masuk dalam hal ini karena kita tahu, kalau masalah ini dibiarkan, bagaimana ke depannya mereka (anak stunting) ini ecara intelektual ke depannya?"