Suara.com - Pandemi Campak di Samoa, Kangen Water Dituduh Jadi Pemicu
Setidaknya 22 orang meninggal dunia akibat campak di negara pasifik, Samoa. Hampir semua korban adalah anak-anak di bawah usia lima tahun.
Pemerintah Samoa mengatakan campak telah membuat sekitar 1.797 orang sakit hingga ditetapkan sebagai kejadian luar biasa di negara di kawasan pasifik tersebut.
Pemerintah kemudian memutuskan untuk meliburkan proses belajar-mengajar, dan anak-anak di bawah usia 17 tahun dilarang berada di ruang publik dan wajib melakukan vaksinasi.
Baca Juga: Kasus Campak Meningkat, Perdana Menteri Inggris Keluarkan Imbauan Serius
Badan anak-anak PBB (Unicef) memperkirakan tingkat vaksinasi Samoa secara rata-rata hanya 28 sampai 40 persen. Kini Unicef telah mengirim sekitar 110.500 vaksin ke negara tersebut dan mendapat bantuan obat-obatan dari Selandia Baru.
Kangen Water Dituduh Memperburuk Kondisi Campak
Hal yang menarik, kangen water, yang sempat ramai di Indonesia, menjadi salah satu pihak yang dituduh memperburuk keadaan.
Dilaporkan oleh BBC, banyak oknum menjual kangen water yang diklaim dapat menyembuhkan atau meringankan gejala campak.
"Beberapa orang dilaporkan menjalani pengobatan yang salah. Seorang pengusaha mengatakan kepada reporter ABC Australia mengenai (pengobatan) kangen water, yang padahal hanya air ledeng biasa," tulis BBC.
Baca Juga: Di Kongo, Epidemi Campak Telan Lebih Banyak Korban Jiwa daripada Ebola
Jaksa Agung Samoa, Lemalu Hermann Retzlaff, juga telah memperingatkan masyarakat di sana untuk mencegah campak dengan melakukan vaksinasi.
"Penegakan hukum terbuka untuk menerima pemberitahuan, keluhan, atau bukti dari orang atau organisasi mana pun, yang menghambat atau melarang komunitas kami dari melakukan vaksinasi," katanya kepada Pengamat Samoa.
Negara tetangga, Tonga dan Fiji, juga telah menyatakan keadaan darurat campak sejak sebulan lalu.
Namun, kedua negara memiliki tingkat vaksinasi yang jauh lebih tinggi, di atas 90 persen dan sejauh ini belum ada laporan kematian.
Campak sendiri merupakan penyakit virus yang sangat menular yang dapat menyebabkan komplikasi kesehatan serius, termasuk infeksi paru-paru dan otak.
Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) mengumumkan pada bulan April bahwa jumlah kasus campak yang dilaporkan secara global empat kali lipat dalam tiga bulan pertama tahun ini dibandingkan dengan periode yang sama pada tahun 2018.
Hampir 5.000 orang meninggal akibat campak di Republik Demokratik Kongo dan hampir seperempat juta orang telah terinfeksi. WHO mengatakan, wabah di Kongo merupakam epidemi campak terbesar dan bergerak tercepat di dunia.
Diperkirakan secara global ada 110.000 orang meninggal dunia akibat campak setiap tahunnya.