Suara.com - Neuroseksisme disebut sebagai kepercayaan yang dibentuk oleh kombinasi ilmu saraf dan seksisme. Ini adalah asumsi yang menunjukkan perbedaan karakter serta perilaku pada pria dan wanita disebabkan oleh perbedaan neurologis pada otak mereka.
Jika memerhatikan kerangka kerja neuroseksisme, baik pria maupun wanita diperlakukan secara berbeda dalam masyarakat berdasarkan gender.
Maka dari itu, mereka berperilaku dengan cara berbeda yang menghasilkan perbedaan gender. Hal ini membuktikan neuroseksisme sebagian besar diciptakan oleh kekuatan budaya dan kelompok, bukan pada otak.
Sampai saat ini, peneliti mengeluarkan berbagai teori yang belum terbukti bahwa pria dan wanita memiliki otak yang berbeda.
Baca Juga: Terapkan Kesetaraan Gender, P&G Raih Penghargaan Bergengsi dari Menlu AS
Melansir Boldsky, pria dan wanita memiliki cara berbeda dalam mengkomukasikan hal-hal seperti pengalaman emosi, memecahkan masalah, menghapal dan membuat keputusan. Ketika otak mengendalikan semua aktivitas ini, peneliti meyakini adanya perbedaan struktur otak antara jenis kelamin memiliki perbedaan fungsional.
Namun, menurut penelitian yang dilakukan di Universitas Tel-Aviv pada 1400 otak termasuk pria dan wanita, sangat jarang menemukan otak dengan hanya fitur feminin dan maskulin.
Seperti yang sudah diketahui, pria dan wanita memiliki hormon berbeda. Estrogen dan progesteron ada pada wanita, sedangkan hormon utama pada pria adalah testosteron.
Hormon tidak hanya membantu masing-masing jenis kelamin untuk berkembang dalam bentuk fisik mereka, tetapi juga membantu dalam perkembangan otak.
Daerah otak (amigdala dan hippocampus) pada pria dan wanita mengandung sejumlah besar reseptor untuk hormon seks.
Baca Juga: Begini Cara Ilmuwan NASA Serang Komentar Berbau Seksisme di Aplikasi Kencan
Amigdala adalah bagian otak berbentuk kacang almond yang terlibat dalam pemrosesan emosi dan hippocampus berkaitan dengan menggabungkan informasi pada memori jangka pendek ke memori jangka panjang.