Kondisi orang dengan gangguan eksibisionisme ini juga mirip dengan voyeurisme (mengintip orang telanjang) dan frotteurisme (menggesek-gesekkan kelamin ke orang lain di tengah keramaian).
Selain itu, dr. Oka Negara juga tidak menyarankan korban melakukan penyerangan balik seperti mengejek atau mengancam pelaku. Karena reaksinya akan sulit ditebak tergantung pada kepribadian serta kondisi pelaku.
"Bisa dia berhenti dan malah pergi, tetapi bisa juga malah kecewa karena keinginan mendapatkan kepuasan terhenti. Bisa ada kemungkinan melakukan tindakan agresif juga yg bersifat fisik," ujarnya.
Apabila korban mendapatkan gangguan fisik atau tekanan, tak ada salahnya melaporkan kejadian tersebut kepada pihak berwajib. Sehingga pelaku eksibisionisme bisa ditindak semestinya sekaligus menjadi terapi kesembuhan, yakni dengan Cognitive Behavioral Therapy atau terapi perilaku.
Baca Juga: Geger! Lelaki Cabul Teror Wanita di Tasikmalaya Pakai Sperma