Suara.com - Beredar sebuah pesan broadcast di jejaring whatsApp, yang mengatakan rumah sakit bintang 5 tidak boleh menolak pasiean gawat darurat. Bahkan, rumah sakit tidak boleh menanyakan biaya di awal. Apabila rumah sakit menolak, maka ia akan mendapat sanksi dengan pencabutan izin operasinya. Benarkah seperti itu?
Kepala Biro Komunikasi dan Pelayanan Masyarakat Kementerian Kesehatan, drg. Widyawati, memastikan pesan itu adalah hoaks dan bukan dari berasal dari Kemenkes.
"Sudah pernah diklarifikasi BPJS Kesehatan, menurut mereka termasuk hoaks," ujar drg. Widyawati melalui pesan singkatnya kepada Suara.com, Rabu (6/11/2019).
Sebagai bentuk klarifikasi, Widyawati memberikan gambaran informasi dari Kemenkes mengenai kesimpangsiuran pesan itu.
Baca Juga: Viral Protes Pelayanan di UGD, Kenali Sistem Triase Gawat Darurat Medis
Tidak sepenuhnya salah, tetapi Kemenkes mengatakan ada misinformasi dalam pesan Whatsapp itu, salah satunya kategori rumah sakit yang tidak mengenal istilah 'bintang 5'.
"Pesan tersebut bukan berasal dari Kementerian Kesehatan atau BPJS Kesehatan. Rumah sakit tidak mengenal klasifikasi Bintang 5, melainkan RS Kelas A, B, C dan D. Kelas pelayanan rumah sakit untuk pasien JKN terdiri dari Kelas 1, 2 dan 3," tulis penjelasan Kemenkes.
Meski begitu, Kemenkes tidak menampik jika pelayanan gawat darurat tidak boleh diabaikan pihak rumah sakit dan harus langsung mendapat pelayanan dari rumah sakit manapun, tidak bergantung terdaftar tidaknya rumah sakit tersebut di BPJS sesuai dengan Peraturan Presiden Nomor 82 Tahun 2018.
"Peserta yang memerlukan pelayanan gawat darurat dapat langsung memperoleh pelayanan di setiap fasilitas kesehatan baik yang kerjasama maupun yang tidak kerja sama dengan BPJS Kesehatan (Pasal. 63, Perpres 82 Tahun 2018 tentang Jaminan Kesehatan)," lanjutnya.
Terkait aturan sanksi, memang ada pelarangan rumah sakit meminta uang muka di awal sebelum pelayanan dilakukan, tertuang pada Undang Undang 36 Tentang Kesehatan Tahun 2009 Pasal 32 ayat 2. Tapi tidak menjelaskan peraturan pencabutan izin rumah sakit.
Baca Juga: Tidak Semua Pasien Gawat Darurat Harus Segera Ditangani
"Dalam keadaan darurat, fasilitas pelayanan kesehatan, baik pemerintah maupun swasta, dilarang menolak pasien dan/atau meminta uang muka (Pasal 32 ayat 2, UU Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan)," sambungnya.
Masih di UU Nomor 36 Tahun 2009, ayat sebelumnya di Pasal 32 ayat 1 menyebutkan pelayanan kegawatdaruratan harus dilakukan demi mencegah kematian dan kecacatan bagi pasien.
Berikut isi pesan yang ramai beredar di masyarakat:
"Gebrakan Menteri Kesehatan yang baru dr. Terawan:
Pasien BPJS dalam kondisi darurat bisa masuk dan ditangani secara serius di rumah sakit manapun termasuk RS bintang 5 tanpa harus membayar lebih dahulu.
Dalam kondisi darurat, RS tidak boleh tanya tentang pembayarannya. Pasien kondisi darurat harus ditangani RS sampai maksimal baru bicara tentang biaya.
Pasien Panduan Bpjs tidak wajib membayar sepeserpun walau RS bintang 5 tidak ikut BPJS. Karena setelah melewati masa krisis, pasien dapat durujuk ke RS yang sudah bergabung dengan BPJS, dan rumah sakit yang telah menangani pasien gawat darurat dapat menagihkan ke BPJS.
Bergabung dengan BPJS kelas manapun.
Apabila ada rumah sakit yang menolak pasien dalam kondisi darurat, laporkan ke 1500567 HaloKemenkes atau www.kemkes.go.id, tweet @KEMENKES.
Sebarkan info ini dan laporkan ke Kemenkes 1500567 dan viralkan rumah sakit yang menolak rakyat Indonesia yang sakit kondisi darurat.
Sanksi terberat RS yang menolak pasien dalam kondisi darurat adalah pencabutan izin rumah sakit."