Suara.com - Dokter Spesialis Wajib ke Pelosok Dianggap Kerja Paksa, Apa Kata Ketua IDI?
Mahkamah Agung mencoret kebijakan Presiden Jokowi yang mengharuskan dokter-dokter spesialis berpraktik ke pelosok nusantara yang juga disebut sebagai program Wajib Kerja Dokter Spesialis (WKDS).
Dicoretnya WKDS, karena MA menilai kebijakan tersebut adalah bagian dari kerja paksa yang dilarang oleh undang-undang.
Baca Juga: Kirim Dokter Spesialis ke Pelosok Disebut Kerja Paksa, Ini Respons Istana
Menanggapi hal tersebut Ketua Umum Pengurus Besar Ikatan Dokter Indonesia (PB IDI), Dr. dr. Daeng M Faqih mengatakan bahwa meski WKDS telah dihapus namun ada program pengganti yang disebut Program Pendayagunaan Dokter Spesialis (PPDS).
PPDS ini, sambung dia, diharapkan dapat menjamin ketersediaan tenaga kesehatan spesialis di daerah-daerah terpencil.
"Program dokter spesialis ke daerah itu tetap ada, tapi memang setelah tidak diwajibkan jumlahnya agak menurun. Bukan karena kualitas programnya," kata Daeng saat ditemui Suara.com di kantornya di kawasan Jakarta Pusat, Selasa, (5/11/2019).
Untuk itu, Daeng bersama IDI mengusulkan adanya program beasiswa bagi dokter spesialis yang disediakan oleh pemerintah pusat atau daerah.
"Karena kalau dijadikan program beasiswa bahkan bisa sampai 100 persen, maka saat pendaftaran pertama ada perjanjian yang sifatnya sukarela. Jadi kalau setuju, awal-awal setelah luljs mengabdi dulu selama satu tahun. Jadi pemenuhan distribusi dokter spesialis akan kembali tersedia," katanya.
Baca Juga: Minim Dokter Spesialis di Pelosok, Ini Saran IDI untuk Pemerintah Daerah
Daeng sendiri mengaku setelah program WKDS gugur dan digantikan oleh PPDS, jumlah dokter spesialis di daerah pelosok menurun.