Suara.com - Makin Populer, Manfaat Ganja Medis Tidak Sebesar yang Diharapkan?
Penggunaan ganja di bidang medis dan kedokteran semakin populer. Saat ini semakin banyak negara yang melegalkan ganja untuk kepentingan medis.
Di kawasan Asia Tenggara, Thailand menjadi negara satu-satunya yang melegalkan ganja medis. Sementara negara tetangga Malaysia tengah mempertimbangkan untuk membuat aturan yang sama.
Kini jutaan orang telah menguap produk yang mengandung senyawa THC dan CBD non-psikoaktif tersebut dalam segala hal, mulai dari produk kecantikan, minuman berkarbonasi, hingga obat penenang.
Baca Juga: Thailand Legalkan Ganja Medis Sebagai Obat, Indonesia Kapan?
Masalahnya, meski banyak pasien depresi dan kecemasan telah beralih ke ganja medis, namun tim peneliti dari Australia menyatakan bahwa senyawa kanabinoid pada ganja tidak berbuat banyak untuk masalah intinya.
Bahkan, kepopuleran ganja medis dinilai sebagai sensasi belaka. Hal tersebut tertuang dalam studi ilmiah terbaru yang diterbitkan jurnal Lancet Psychiatry.
Peneliti melakukan skrining terhadap 83 studi efek kanabinoid pada orang dengan masalah kesehatan mental dan neurologis termasuk depresi, kecemasan, sindrom Tourette, ADHD, PTSD. dan psikosis.
Meski menemukan hasil positif di sana-sini, beberapa penelitian belum menunjukkan bukti bahwa kandungan CBD-THC pada ganja medis dapat mengurangi gejala kecemasan dan gejala tertentu PTSD.
"Hanya ada sedikit bukti bagi efektivitas ganja medis untuk pengobatan gangguan kesehatan mental ini," tulis tim peneliti, dilansir Time.
Baca Juga: Jefri Nichol Ditangkap Narkoba, Ini 5 Manfaat Ganja Medis untuk Kesehatan
Bahkan hasil positif yang dirasakan pasien mungkin tidak langsung disebabkan oleh penggunaan ganja medis.