Suara.com - Di Indonesia, sudah banyak kasus terkait seksualitas yang melibatkan anak-anak di bawah umur. Seperti pelecehan seksual, hubungan pra nikah hingga kehamilan tak diinginkan.
Menurut dr. Made Oka Negara, dokter di bidang kesehatan seksual dan reproduksi, hal itu terjadi akibat minimnya pengetahuan anak tentang seksualitas dan kesehatan reproduksi. Sehingga mereka tidak memiliki pedoman untuk melindungi diri dan melawannya ketika sudah berada di fase tersebut.
Padahal anak sudah seharusnya mendapat pendidikan tentang seksualitas dan kesehatan reproduksi sedini mungkin. Adapun tahapan perkembangan seksual anak-anak yang seharusnya dipahami orang tua.
1. Fase oral, yakni anak-anak usia 0-2 tahun yang sudah peka rangsangan di bagian mulutnya.
Baca Juga: Bingung Berikan Pendidikan Seks untuk Anak? Coba Cara Ini
2. Fase anal, yakni anak usia 2-3 tahun yang bagian anusnya sudah peka rangsangan ketika ada sesuatu yang lewat dari anusnya, seperti BAB.
3. Fase phalik, yakni anak usia 3-6 tahun yang sudah penasaran dan merasakan rangsangan pada alat kelaminnya. Pada fase inilah seharusnya orang tua mulai menjelaskan seksualitas dan kesehatan reproduksi pada anaknya.
Salah satu caranya, memberi tahu anak untuk membersihkan alat kelamin dan memaparkan batasan orang-orang yang boleh serta tidak boleh memegang alat kelaminnya.
"Banyak sekali kasus kekerasan seksual terjadi di fase ini. Saya ingat ada kasus anak umur 4 tahun dikasih boneka kan seram. Tapi bagi anak umur segitu orang yang ngasih boneka baik.
Terus disuruh buka celana karena nggak ada yang melarang ya dia buka. Lalu orang itu memegang alat kelaminnya, ya dia diam saja. Karena ada di fase phalik, mereka sudah merasakan enak dan senang. Mereka jadi berpikir bahwa orang tersebut baik dan senang," papar dr Oka di Grand Santhi Hotel, Bali, Senin (28/10/2019).
Baca Juga: Kasus Video Mesum Anak, Orangtua Harus Beri Pendidikan Seks
4. Fase laten, yakni anak usia 6-11 tahun yang sudah memahami kenikmatan ketika organ intimnya mendapat rangsangan.
5. Fase genital, yakni anak di atas 11 tahun atau remaja yang sudah mulai aktif secara seksual. Pada tahap ini seharusnya orang tua mulai terbuka lebih luas mengenai pendidikan seksualitas dan kesehatan reproduksi.
Remaja seharusnya diberi tahu mengenai risiko hubungan seksual pra nikah, kehamilan tak diinginkan hingga fungsi alat kontrasepsi.
"Tetapi orang dewasa yang ingin memberikan edukasi tentang seksualitas dan kesehatan reproduksi juga harus melihat remaja di depannya itu sudah memerlukan hal tersebut atau belum. Lalu sampaikan pesannya dengan bahasa yang sesuai dengan umurnya," jelasnya.